Horang Kayah

Sebuah diskusi menarik terjadi antara saya dan seorang sahabat. Ketika itu kami membahas tentang afirmasi. Dan ternyata ada dua sudut pandang yang berbeda.

Yang pertama, dikatakan bahwa ketika kita mengalihkan fokus dengan afirmasi positif, misalnya dengan mengatakan, "Saya akan baik-baik saja, saya pasti bisa, saya luar biasa!" dll. Ternyata cara seperti ini cenderung menekan perasaan yang sebenarnya seperti takut, cemas, gelisah, dll. Sehingga efek penekanan tersebut akan memunculkan dua vibrasi yang berbeda. Yang pertama vibrasi positif, dan yang kedua vibrasi negatif. Mana yang lebih dominan, itulah yang akan menarik vibrasi yang sama. Dan banyak orang yang cenderung lebih kuat vibrasi negatifnya, sehingga afirmasi positifnya malah menarik kejadian yang negatif.

Sehingga solusinya adalah menyadari terlebih dahulu perasaan-perasaan negatif yang ada, biarkan mengalir sebagaimana hukum energi yang seharusnya mengalir, kemudian barulah kita isi dengan afirmasi positif.

Pendapat yang kedua adalah berdasarkan pepatah agama yang mengatakan, "Setiap kebaikan akan menghapus keburukan". Afirmasi positif tentunya bertujuan baik, karena itu tetap layak dilakukan jika ditujukan untuk mengikis pikiran negatif. Dan ketika repetisi afirmasi positif dilakukan terus menerus serta menjadi kebiasaan, maka tentunya lambat laun akan tertanam di pikiran bawah sadar sehingga menjadi kebiasaan yang baru, yaitu kebiasaan berpikir positif.

Mana yang lebih efektif? Saya hanya bisa bilang dua-duanya baik. Tapi mana yang lebih kita percayai itulah yang cenderung akan bekerja untuk kita. Karena sehebat apapun sebuah ilmu atau metode, akan tergantung pula dari kepercayaan penuh kita pada ilmu atau metode tersebut.

Wallahualam

Lanjut Gan...