Horang Kayah

Tak terasa setahun berlalu begitu cepat. Menjelang akhir tahun, orang pun mulai membuat resolusi untuk tahun berikutnya, tentang hal-hal yang ingin mereka capai di tahun depan.

Tentunya ini hal yang sangat bagus, karena bagaimanapun juga hidup yang terencana jauh lebih baik dibandingkan hidup yang hanya 'ngalir' saja, dalam arti pasrah tanpa mau berbuat apa-apa.

Akan tetapi, resolusi hidup baru tidaklah untuk dibuat hanya pada akhir tahun atau awal tahun saja, karena perubahan itu terjadi setiap saat, karena perubahan adalah evolusi, dan evolusi tak akan terhenti hingga akhir masa nanti.

Artinya, setiap saat kita mesti peka dengan perubahan, setiap saat kita mesti membuat resolusi untuk bertransformasi, setiap saat kita mesti mengamati perilaku kita, sikap kita, perkataan kita, dan pikiran kita. Sudahkah lebih baik dari diri kita yang kemarin-kemarin? Ataukah sama saja? Atau lebih buruk lagi?

Banyak orang yang membuat resolusi dengan mendesain mimpi yang tinggi. Dan tak bisa dipungkiri kebanyakan cita-cita kesuksesan adalah pencapaian dalam soal materi. Tetapi sudahkah kita membuat resolusi untuk perbaikan dari dalam diri?

Sudahkah kita iringi resolusi pencapaian kesuksesan itu dengan permintaan agar dihindarkan dari kesombongan, rasa bangga yang berlebihan, dan semakin didekatkan dengan Tuhan?

Sebuah kesuksesan haruslah memiliki keseimbangan. Bukan hanya pencapaian secara material, tapi juga secara spiritual. Semoga kita dimudahkan mencapai hidup yang lebih baik, bukan hanya untuk kepentingan dunia, tapi juga untuk kebaikan di akhirat kelak.

Selamat membuat resolusi hidup baru :)

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Saya yakin anda pasti familiar dengan lirik lagu dari sebuah grup musik ternama yang berbunyi, "Pernahkah kau merasa...hatimu hampa? Pernahkah kau merasa...hatimu kosong?"

Apa jawaban anda jika ditanya seperti itu?
Mungkin ada yang menjawab "Oh, pernah banget, dan saya tahu persis rasanya hati yang hampa..."

Hmmm...benarkah demikian? Karena kalau saya pribadi akan menjawab, "Tidak pernah..."

"Wah, hebat dong, berarti hidupnya selalu bahagia?"

Oh, bukan begitu maksud saya. Saya juga manusia biasa yang bisa merasa sedih, kecewa, terluka bahkan putus asa. Tapi hati saya tidak pernah hampa, karena memang tidak ada yang namanya hati yang hampa. Yang ada hanyalah hati yang terisi oleh perasaan negatif yang berupa rasa kesepian, sehingga diinterpretasikan sebagai 'hampa'.

Ya, ini sesuai dengan hukum ruang hampa yang mengatakan, "Alam semesta tidak menyukai kekosongan, segala sesuatu yang kosong pasti akan terisi."

Hukum energi mengatakan bahwa energi selalu mengalir ke tempat yang kosong. Dan seperti yang kita ketahui, perasaan pun adalah energi. Sehingga ketika perasaan positif tak hadir di hati, maka energi lain akan mengalir ke sana, yaitu energi negatif.

Coba saja tanyakan pada para ahli fisika kuantum, karena penelitian membuktikan bahwa di ruang yang paling hampa sekalipun masih tetap ada energi foton (cahaya). Jadi tidak ada yang benar-benar hampa. Bahkan jika ada ruang yang paling hampa dari semua kehampaan sekalipun, masih tetap ada Tuhan di sana.

So, tak ada yang namanya hati yang hampa, yang ada hanyalah interpretasi dari perasaan sepi yang mengisi hati.

Sesekali dalam hidup ini memang bisa terjadi saat-saat dimana kita sulit merasa bahagia. Tetapi meskipun demikian, tetaplah izinkan energi positif untuk mengalir ke tubuh dan jiwa kita. Dan jika kita sulit untuk melakukannya, maka mintalah Tuhan untuk mengangkatnya dan menggantinya dengan perasaan yang lebih bahagia.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Sudah hari jumat lagi, padahal rasanya baru kemarin jumatan. Tak terasa tahun 2010 sudah mendekati ujungnya, padahal rasanya baru kemarin tahun baruan. Tak terasa usia sudah semakin tua, padahal rasanya baru kemarin lulus kuliah.

Sahabat, waktu kita sangat terbatas, kita tidak tahu sampai usia berapa kita akan berada di dunia. Kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh-Nya. Apakah yang sudah kita persiapkan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita selama di dunia?

Dalam skala besar, itu adalah hal penting yang harus kita pikirkan. Tapi untuk menuju ke sana, kita mulai dengan mempertanyakan, "Apakah seiring waktu yang telah berlalu, kita mengalami perubahan yang semakin baik? Atau sama saja? Atau lebih buruk?"

Sahabat, waktu kita sangat terbatas, jika kita tidak berubah sekarang juga, lalu kapan kita akan berubah?

Jika kita sadar bahwa kita harus berubah, lalu apa yang telah kita lakukan untuk menuju perubahan itu? Apakah hanya menunggu keajaiban datang? Tidak, kita harus mengambil tindakan untuk menjemput keajaiban itu sekarang juga.

Jika kita harus menunggu punya pasangan ideal dulu atau harus kaya dulu agar bisa bahagia, lalu kapan kekayaan dan pasangan ideal itu akan tiba? Adakah jaminan usia kita akan sampai untuk mendapatkannya?

Bahagia harus dimulai sekarang juga, kita tidak bisa mengubah keadaan di luar tanpa mengubah keadaan di dalam diri. Dan waktu kita sangat terbatas, jadi putuskanlah untuk berubah menjadi lebih baik, sekarang juga.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Sebuah diskusi menarik terjadi antara saya dan seorang sahabat. Ketika itu kami membahas tentang afirmasi. Dan ternyata ada dua sudut pandang yang berbeda.

Yang pertama, dikatakan bahwa ketika kita mengalihkan fokus dengan afirmasi positif, misalnya dengan mengatakan, "Saya akan baik-baik saja, saya pasti bisa, saya luar biasa!" dll. Ternyata cara seperti ini cenderung menekan perasaan yang sebenarnya seperti takut, cemas, gelisah, dll. Sehingga efek penekanan tersebut akan memunculkan dua vibrasi yang berbeda. Yang pertama vibrasi positif, dan yang kedua vibrasi negatif. Mana yang lebih dominan, itulah yang akan menarik vibrasi yang sama. Dan banyak orang yang cenderung lebih kuat vibrasi negatifnya, sehingga afirmasi positifnya malah menarik kejadian yang negatif.

Sehingga solusinya adalah menyadari terlebih dahulu perasaan-perasaan negatif yang ada, biarkan mengalir sebagaimana hukum energi yang seharusnya mengalir, kemudian barulah kita isi dengan afirmasi positif.

Pendapat yang kedua adalah berdasarkan pepatah agama yang mengatakan, "Setiap kebaikan akan menghapus keburukan". Afirmasi positif tentunya bertujuan baik, karena itu tetap layak dilakukan jika ditujukan untuk mengikis pikiran negatif. Dan ketika repetisi afirmasi positif dilakukan terus menerus serta menjadi kebiasaan, maka tentunya lambat laun akan tertanam di pikiran bawah sadar sehingga menjadi kebiasaan yang baru, yaitu kebiasaan berpikir positif.

Mana yang lebih efektif? Saya hanya bisa bilang dua-duanya baik. Tapi mana yang lebih kita percayai itulah yang cenderung akan bekerja untuk kita. Karena sehebat apapun sebuah ilmu atau metode, akan tergantung pula dari kepercayaan penuh kita pada ilmu atau metode tersebut.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Ada yang berbeda pada hari raya Idul Fitri tahun ini. Saya tidak bisa merayakannya bersama keluarga karena urusan kerja. Ini pertama kalinya terjadi dalam hidup saya setelah bertahun-tahun lamanya selalu lebaran bersama keluarga.

Well, memang terasa ada yang hilang, karena tahun ini untuk pertama kalinya pula saya tak bisa makan ketupat, meskipun penjual ketupat sayur ada di mana-mana. Tapi yang lebih terasa adalah karena tak bisa sholat Ied bersama-sama keluarga. Tak bisa dipungkiri, sedih memang. Tapi ada pelajaran berharga yang saya dapatkan, dan selalu ada yang bisa disyukuri karena semua kejadian tak ada yang sia-sia.

Pertama, untuk pertama kalinya saya Sholat Ied bersama orang-orang yang tidak saya kenal. Dan setelah selesai sholat, kami saling berjabatan tangan. Terasa sekali persaudaraan sesama muslim di sana. Bahkan saya bersalaman dengan para petugas polisi yang bertugas menjaga keamanan di sekitar tempat sholat. Rasanya menyenangkan bisa bersilaturahmi dengan orang-orang yang tidak saya kenal tapi terasa seperti saudara dekat.

Kedua, karena tempat sholat Ied ini bersebelahan dengan perumahan penduduk yang kurang mampu, baru kali ini saya menyaksikan ada orang-orang yang sholat Ied dengan baju seadanya. Mungkin karena tak bisa membeli baju baru atau cuma itu baju terbaik yang mereka punya. Bahkan ada yang tak punya sajadah, mereka sholat hanya beralaskan koran bekas. Melihat itu, saya jadi berpikir mungkin juga mereka tak punya ketupat untuk dimakan sehabis sholat. Trenyuh juga melihatnya, tapi di sisi lain mengingatkan saya untuk bersyukur karena masih punya baju yang bagus, dan hidup saya masih jauh lebih beruntung dibandingkan mereka.

Ketiga, berhubung saya tak bisa lebaran karena urusan pekerjaan, maka perusahaan membayarkan saya untuk tinggal sementara di sebuah kost mewah di wilayah yang berdekatan dengan gedung kantor tempat saya bekerja. Melihat fasilitasnya yang wah, maka saya tak heran begitu mengetahui berapa sewa kostan tersebut sebulannya. Tapi kalau mesti pakai uang sendiri, saya pasti akan pikir-pikir dulu untuk kost di sana. Karena biaya per bulannya sebanding dengan biaya untuk nyicil rumah sekaligus mobil. Tapi saya sangat bersyukur bisa menikmati fasilitas mewah tersebut karena membuat saya merasa sangat berkelimpahan, hehehe...norak deh :)

Intinya, pengalaman ini membuat saya mendapat kesempatan untuk merasakan kehidupan yang tidak seperti biasanya, sehingga saya jadi tahu apa rasanya tidak bisa berlebaran bersama keluarga, bahkan apa rasanya tak bisa makan ketupat di hari raya. Karena faktanya cukup banyak mereka yang tak bisa berlebaran dikarenakan harus bekerja demi negara atau melayani masyarakat sehingga tak bisa menikmati ketupat.

Terima kasih atas pengalaman istimewa ini Ya Tuhan, mudah-mudahan menjadikan Aku sebagai hamba-Mu yang selalu ingat untuk bersyukur pada-Mu :)

Dan kepada para sahabat yang suka mengunjungi blog saya, atas nama pribadi saya ucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1431H, mohon maaf lahir batin atas segala kesalahan, terutama jika ada tulisan-tulisan yang tidak berkenan.

Wassalam
Goen
---
http://power-within.com
Facebook: Power Within

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Judul di atas adalah judul dari sebuah lagu karya Black Eyed Peas, yang intinya adalah "Apakah anda omdo?" :)

Ya, banyak sekali orang yang pandai menasehati, mengajak pada kebaikan, bahkan mengatur kehidupan orang lain melalui saran-saran bijaknya. Akan tetapi berapa banyak dari mereka yang benar-benar menjalankan apa yang mereka ucapkan? Dan berapa banyak dari mereka yang pandai menasehati diri sendiri, atau mengatur diri sendiri?

"Ah, elu mah ngemeng doang!"
"Ngomong sih ngampang! Elu kan ga ngerasain apa yang gua alami!"

Easier said than done.

Memang harus diakui, lebih mudah mengatur dan menasehati orang lain daripada mengatur dan menasehati diri sendiri. Apalagi jika kita tidak pernah mengalaminya sendiri. Dengan kata lain, seringkali kita hanya "Omdo" alias ngomong doang.

Pepatah mengatakan, "Anda baru bisa disebut tahu jika anda menjalaninya, bukan cuma tahu tapi tidak dijalani. Bukan pernah membacanya, pernah mendengarnya, atau suka membicarakannya, tapi tidak pernah mengalaminya."

Akan tetapi, sebaiknya kita melihat kasus omdo ini dari dua sisi sebagai berikut:

1. Jika omdo tersebut niatnya adalah ingin diakui sebagai orang hebat, orang pintar, orang berilmu, orang bijak, dll, maka ini masuk kategori orang munafik. Tipe orang seperti ini bicara karena butuh penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Orang seperti ini ibarat calo yang mengajak orang lain naik angkot atau bis, tapi dianya sendiri tidak ikut naik. Dan Tuhan tidak menyukai orang yang omdo.

2. Jika omdo tersebut niatnya adalah murni berbagi, sambil tetap mengakui bahwa kita sendiri pun masih dalam proses menuju ke sana, maka ini bagus, karena kita tidak mengaku-aku sebagai orang bijak atau orang suci yang bahagia 100% non stop. Tetapi kita menasehati karena didasari kewajiban untuk menyampaikan kebaikan walaupun hanya satu ayat.

Berarti boleh dong menyampaikan sesuatu yang kita belum pernah menjalankannya?

Boleh saja, kenapa tidak? Toh bisa jadi nanti Tuhan akan kasih jalan supaya kita menjalaninya, dan mempraktekkan apa yang selama ini sering kita nasehatkan pada orang lain.

Yang kedua, tidak mungkin semua orang punya pengalaman yang sama persis. Jadi boleh-boleh saja kita menasehatkan untuk sabar dan tabah pada orang yang terkena penyakit kanker, meskipun kita sendiri tidak pernah sakit kanker. Boleh saja kita sarankan obat-obatan tradisional untuknya meskipun kita sendiri hanya tahu lewat buku, internet atau pengalaman orang lain, dan belum pernah merasakan sendiri manjur tidaknya obat itu.

Dan yang ketiga, meskipun masalah di dunia ini hanya itu-itu saja, tetapi kadar atau porsi masalahnya berbeda-beda. Yang satu kena musibah hutang puluhan juta, tetapi yang lain kena musibah hutang milyaran rupiah. Dan itu memang sesuai dengan tingkat kekuatan mereka, karena tidak semua manusia sanggup dibebani porsi masalah yang sama. Jadi meskipun masalah kita tidak lebih berat daripada masalah orang lain, bukan berarti kita tidak boleh memberi saran dan nasehat pada orang yang punya masalah lebih berat dari kita.

Jangan salah persepsi dengan nasehat agama yang mengatakan "Tuhan tidak menyukai orang yang omdo", sehingga Anda jadi memilih untuk diam, tidak melakukan apapun, dan tidak berani menyampaikan kebaikan apapun. Sekali lagi, semua kembali pada niatnya, dan karena didasari oleh kewajiban untuk menyampaikan kebaikan.

Semoga kita dijaga dari sifat munafik dan tidak bicara serta menasehati karena butuh pengakuan dan penghargaan dari manusia.

Wallahualam

P.S.
Checkout my ebook Power Within Here

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Dalam bukunya Secret of Millionaire Mind, T.Harv Eker menyebutkan, ada perbedaan tipis antara positive thinking dan power thinking.

Positive thinking adalah memikirkan hal-hal baik yang cenderung membuat kita berpura-pura seolah kita baik-baik saja meskipun sebenarnya sedang sengsara.

Sedangkan dalam power thinking, kita sadari dulu bahwa semua kejadian adalah netral, kitalah yang memberinya makna sebagai hal yang menyenangkan atau tidak. Karena itu dalam konsep power thinking, kita memutuskan untuk membuat cerita dengan makna yang baik.

Dengan kata lain, kita tahu dan sadar bahwa kita punya masalah, dan bahwa hal-hal baik yang kita pikirkan tidak sesuai dengan realita yang mengatakan bahwa kita menderita. Tetapi meskipun begitu kita tetap memilih untuk memikirkan kemungkinan baik karena itu jauh lebih memberdayakan daripada keluhan yang hanya melemahkan.

Dengan power thinking, kita membuat cerita yang memberdayakan dan memilih menggunakan kata-kata atau kalimat yang menguatkan kita, karena itu jauh lebih baik dan lebih berguna daripada pikiran dan kata-kata yang tidak mendukung pencapaian keinginan kita.

Memang tidak semua orang bisa menerima konsep yang mengatakan bahwa "Masalah adalah ilusi dan hanya terjadi dalam pikiran kita". Akan tetapi, kita tetap bisa memilih apa yang ingin kita pikirkan, yaitu berupa hal-hal yang kita inginkan. Dan selama keinginan itu baik, tidak didasari oleh nafsu ingin diakui atau ingin dihargai orang lain, InsyaAllah Tuhan akan mengabulkan.

Dengan Power thinking, bukan berarti masalah kita akan lenyap dalam seketika, tetapi kita menanamkan tekad dan keyakinan dalam diri bahwa harapan selalu ada, karena masalah hanya sementara, dan kita akan baik-baik saja serta bisa melewatinya, karena Tuhan tak akan menguji manusia melebihi batas kemampuannya.

Wallahualam

Wassalam
Goen

P.S.
Checkout my ebook Power Within Here

Lanjut Gan...
Horang Kayah


Setelah mengutak-atik script web dan bolak-balik bertanya sana-sini sehubungan banyaknya error yang terjadi, Alhamdulillah akhirnya problem selesai dan tidak ada error lagi. Untuk itu, dengan mengucap Bismillah, dengan ini saya launching ebook pertama saya yang berjudul "Power Within".

Apa yang saya sharing dalam ebook ini? Saya hanya ingin mengingatkan diri sendiri pada khususnya, dan para pembaca blog saya pada umumnya, bahwa tidak ada seorang manusia pun yang tidak memiliki masalah. Dan masalah bukanlah untuk dihindari, tapi untuk dihadapi. Tuhan menguji manusia sesuai kemampuannya masing-masing. Kita mendapat masalah, itu karena kita mampu menanggungnya, dan juga karena kita mampu mengatasinya. Untuk itu, sadarilah bahwa Anda sudah dipersenjatai Tuhan dengan kekuatan untuk menjalani kehidupan.


Mungkin Anda punya pengalaman seperti saya, mengalami musibah, ditimpa berbagai masalah, kemudian menghabiskan banyak biaya untuk membeli ratusan bahkan ribuan buku, ikut berbagai pelatihan pengembangan diri, terapi, diiringi dengan doa dan ibadah sehari-hari, tapi merasa tak kunjung melihat solusi. Apakah semua buku, pelatihan dan terapi itu tidak bermanfaat? Apakah doa-doa kita tidak dijawab meski kita memohon pada-Nya setiap hari?

FAKTA!

- Banyak orang yang mendapatkan solusi hanya dengan memanjatkan doa dan konsisten menjalankan ibadah sehari-hari.

- Banyak orang yang dengan izin Tuhan mendapatkan keajaiban setelah ikut sebuah pelatihan atau terapi.

- Banyak orang yang hidupnya berubah drastis menjadi lebih baik dalam waktu singkat hanya dengan modal sebuah tekad.

Tapi fakta juga membuktikan bahwa... tidak semua orang mendapatkan keajaiban dan solusi dalam waktu yang sama!

Selengkapnya? Langsung cekidot saja ke sini ya... :)


Lanjut Gan...
Horang Kayah

Salah satu cita-cita saya adalah menjadi penulis. Tentunya tidak selalu menulis gratis hehehe...Sebenarnya sudah lama sekali saya ingin menulis sebuah buku. Tetapi karena satu dan lain hal, selalu saja ada hambatan. Pernah saya menulis beberapa novel dan skenario film, tetapi meskipun sudah diajukan ke beberapa penerbit dan PH, selalu ditolak karena dianggap tidak trend. Jadi ya sudahlah, terbengkalailah naskah-naskah itu di komputer saya. Bahkan beberapa ada yang hilang karena terkena virus :(

Tetapi semangat untuk menulis tak pernah padam. Karena itu, saya memutuskan untuk menerbitkan sendiri buku saya. Tetapi sebagai permulaan, saya tidak akan menerbitkannya dalam bentuk cetak, melainkan dalam bentuk ebook.

Kenapa ebook? Karena menulis ebook editornya adalah penulis sendiri. Jadi saya bebas menuangkan kata-kata yang saya inginkan tanpa pengeditan dari pihak lain. Ebook juga tidak perlu biaya cetak, hanya perlu biaya hosting dan domain. Dan ebook bisa cepat didapatkan. Begitu dipesan melalui internet, begitu pembayaran telah diterima, maka tak lama kemudian ebook sudah bisa didownload.

Kenapa tidak dibagikan gratis saja? Well, saya harus memberanikan diri untuk memulai karir sebagai penulis. Yang kedua, supaya ada pertukaran energi. Penulis menjual, pembeli membayar. Ada sirkulasi energi uang di sana, ada hukum "take and give" atau hukum timbal balik di sana. Ketika pembeli membayar, maka hukum timbal balik berlaku. Energi uang yang dikeluarkan oleh pembeli akan bersirkulasi dan kembali pada si pembeli dalam bentuk kebaikan apapun.

Tenang, saya tidak akan menjual mahal. Meskipun banyak ebook pengembangan diri yang harganya ratusan ribu rupiah, tetapi saya janji, harga ebook saya tidak akan mencapai Rp.100 ribu. Dan meskipun nanti ebook sudah terbit, saya tetap akan menulis di blog untuk berbagi hal-hal yang saya pelajari.

Kapan terbitnya? Sabar ya, saat ini webnya sedang dalam persiapan. Saya harus pastikan webnya tidak error, terutama ketika transaksi terjadi.

Lalu ebook apa yang akan saya jual?

Inilah preview covernya.



Tentang apa?

Nantikan kabar selanjutnya di blog ini ya ;)

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Tak terasa tahun ini kita sudah memasuki bulan puasa lagi, padahal perasaan baru kemarin lebaran :) Untuk itu, saya ucapkan mohon maaf lahir batin pada teman-teman yang mengunjungi blog saya. Karena sangat mungkin saya melakukan kesalahan meskipun hanya melalui kata-kata dalam tulisan.

Bicara tentang puasa, sebenarnya puasa adalah momen yang sangat tepat untuk meningkatkan vibrasi yang menarik hal-hal baik. Orang yang mempraktekkan Law of Attraction (LOA) pasti paham betul, bahwa kita harus berkata baik, berpikir baik, dan berlaku baik agar menarik banyak kebaikan dan kemudahan. Ironisnya, kemarin-kemarin saya tidak menyadari bahwa semua itu sebenarnya sudah ada dalam ajaran agama. Dan saya baru mulai menjalankannya ketika saya berkenalan dengan LOA. Padahal LOA hanyalah kepingan kecil dari ajaran agama. Karena masih banyak lagi kebaikan dalam agama yang tidak tercover oleh LOA.

Selama bulan puasa, kita diwajibkan menahan diri dari hawa nafsu, yang sebenarnya tidak hanya berlaku di bulan puasa melainkan juga di bulan-bulan lain selain puasa. Selain menahan lapar dan haus, menahan diri dari pikiran, perbuatan, dan perkataan yang tidak baik, kita juga biasanya meningkatkan ritual-ritual ibadah lain seperti Shalat Tarawih, membaca Quran, mengikuti pengajian, membaca buku-buku agama, dll.

Ketika kita melakukannya dengan sepenuh hati, maka kita akan berada dalam kondisi vibrasi yang sangat tinggi. Dan karena kita memancarkan vibrasi tinggi yang baik, maka jangan heran jika doa-doa di bulan Ramadhan lebih mudah terkabul. Karena itu alangkah baiknya jika kita tetap pertahankan kondisi seperti itu meskipun Ramadhan telah berakhir.

Seandainya banyak orang yang menyadari hal ini, niscaya mereka akan berpuasa dengan hati gembira. Karena selain mendapatkan kebaikan di dunia, mereka pun akan mendapatkan kebaikan di akhirat kelak. Apalagi jika ibadah kita ditujukan bukan untuk sekedar kebahagiaan di dunia, tapi karena ingin mendapatkan ridho-Nya sehingga kebahagiaan di akhirat pun kita dapatkan.

Kita memang harus mengutamakan akhirat daripada dunia, tetapi meskipun demikian jangan sampai melupakan dunia, sebab dunia adalah jembatan kita menuju kehidupan akhirat. Dan ketika kita mengutamakan akhirat, maka sesuai janji Tuhan, dunia pun akan kita dapatkan.

Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang bersukacita menjalankan ibadah puasa. Dan tetap konsisten menjaga sikap, kata, pikiran dan perbuatan, agar tetap bervibrasi tinggi, sehingga memudahkan kehidupan kita di dunia serta di akhirat.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Pernahkah anda begitu menginginkan sesuatu tetapi ternyata anda tidak mendapatkannya? Dan pernahkah anda sangat membenci sesuatu tetapi ternyata anda malah sering menemui hal-hal yang anda benci?

Yup, itulah anehnya hidup ini. Semakin kita menginginkan sesuatu, malah semakin sulit mendapatkannya. Semakin menolak kita terhadap sesuatu, yang terjadi kita malah makin sering menghadapi hal yang kita tolak tersebut.

Sesuatu yang kita kejar biasanya malah makin menjauh. Apakah itu mengejar-ngejar seseorang yang ingin kita jadikan pasangan, atau mengejar-ngejar uang. Buntut-buntutnya cuma kelelahan, tapi tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Maka tidak heran jika ada lagu yang syairnya berbunyi, "Makin kukejar, makin kau jauh.." :D

Itulah hukum paradoks yang berlaku terhadap sebuah keinginan. Semakin ngotot kita menginginkan sesuatu, makin sulit kita mendapatkannya, walaupun bukan berarti mustahil mendapatkannya. Tapi kemungkinan besar prosesnya jadi sulit dan berdarah-darah.

Karena itu dalam sebuah diskusi, seorang sahabat pernah mengusulkan bagaimana kalau niatnya dibalik saja? Misalnya dia bilang daripada mengafirmasikan, "Saya kaya," lebih baik coba afirmasi "Saya tidak mau jadi kaya".

Hmm...kalau ditinjau dari sudut pandang pikiran bawah sadar, bisa saja sih. Soalnya pikiran bawah sadar kan tidak mengenal kata "tidak" dan "jangan". Jadi kalimat di atas bisa saja akan terprogram sebagai "Saya mau kaya".

Tetapi, siapa bilang pikiran bawah sadar selalu tidak mengenal kata "tidak" dan "jangan"? Anak kecil awalnya kalau dibilang "jangan", memang selalu tidak paham. Tapi lama kelamaan mereka mengerti juga dengan kata larangan tersebut. So, hal itu juga berlaku untuk pikiran bawah sadar. Jadi kalau untuk saya sih, menggunakan afirmasi "Saya tidak mau kaya", lama-kelamaan dikhawatirkan malah memperkuat niat untuk tidak jadi kaya.

Jadi gimana dong solusinya?

Menurut saya, solusinya satu saja, sama seperti yang sering diajarkan oleh para guru-guru pengembangan diri, yaitu..."Jangan ngotot pada hasilnya". Biarkan Tuhan yang mengaturnya untuk terwujud pada saat yang paling tepat dan dalam bentuk yang paling indah sesuai kehendak-Nya.

Punya keinginan jelas harus. Jadi nyatakan saja keinginan itu baik secara tertulis ataupun diafirmasikan secara lisan. Dan cukup disadari bahwa semua sebenarnya sudah kita miliki. Kita cuma perlu menjemputnya saja pada saat yang tepat dan paling indah. Dan yang paling penting, kita akan menerimanya ketika kita memang sudah siap untuk menerimanya.

Jadi, tetaplah miliki keinginan, lakukan tindakan yang diperlukan, pasrahkan pada Tuhan, lalu siapkan diri untuk menerima apapun yang akan Dia berikan :)

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Pernahkah Anda ikut pelatihan motivasi dan berbagai ilmu pengembangan diri, lalu anda merasa semangat, tapi ternyata cuma sesaat? Karena tak lama kemudian, Anda kembali terperangkap dalam pikiran dan perasaan negatif, dan tak kunjung mendapatkan perubahan signifikan. Semua yang anda cita-citakan seolah terasa jauh, dan tak mungkin tercapai.

Atau Anda sudah take action, menjalankan semua ide yang Anda dapatkan untuk mencapai kesuksesan, tapi beberapa saat kemudian semangat Anda pudar, Anda pun mulai menunda-nunda hal yang seharusnya Anda kerjakan, dan akhirnya...proyek pun gagal.

Hal yang sama sering terjadi pada saya, ketika saya ingin menulis sebuah buku, sedangkan pihak penerbit sudah ada yang siap menerima, baru beberapa saat saya kok merasa malas ya menulisnya. Dan akhirnya proyek buku itu pun terhenti di tengah jalan.

Ketika mempelajari dan menelusuri faktor-faktor penghambat kesuksesan, saya menemukan beberapa fakta tentang kenapa orang suka menunda tindakan, atau kenapa semangat hanya sesaat.

Yang paling mengena adalah fakta-fakta yang mengatakan bahwa ketika pikiran sadar dan bawah sadar tidak sejalan, alias ada program penghambat di pikiran bawah sadar, alias ada mental blok, atau belief yang tidak mendukung, maka kesuksesan akan sulit didapat. Dan kebanyakan dari metode tersebut berfokus pada pembersihan program negatif dari masa lalu, yang salah satunya bisa berupa kejadian traumatik yang menjadikan seseorang tidak mau sukses di masa dewasanya, meskipun secara sadar dia menyatakan ingin sukses.

Setelah menelusuri diri sendiri, saya tidak menemukan program traumatik yang menghambat, tapi ternyata...saya menemukan bahwa saya takut terkenal :)

Kalau saya menulis buku, nanti banyak orang yang baca buku saya, otomatis saya jadi terkenal, nanti saya harus jaga sikap sebagai penulis, nanti saya kehilangan privasi, karena kemana-mana selalu ada penggemar mengerubuti, cieee...ga segitunya kalee...emangnya selebriti :D

Ya, saya harus taklukkan dulu rasa takut terkenal ini, lagipula belum tentu saya akan terkenal toh? Udah ge-er duluan aja nih hehehe...

Lagipula AA Gym juga pernah berpesan, "Sukses tidak diukur dari materi, jabatan, ataupun popularitas. Tapi sukses adalah menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak, dan menjadi suri tauladan bagi yang lain".

Baiklah AA, tapi kan...ah sudahlah... :)

Bicara soal penghambat kesuksesan, ada satu hal lagi yang mungkin jarang atau lupa kita perhatikan. Apa itu?

"Godaan setan!"

Yup, ketika belajar ilmu pengembangan diri dan ilmu spiritual universal, kadang saya lupa dengan mahluk yang satu ini yang tugasnya memang mengganggu manusia. Dan dia tidak senang melihat kita sukses, apalagi jika kesuksesan itu akan semakin mendekatkan kita dengan Tuhan.

Kita kadang lupa bahwa salah satu sumber energi negatif pun berasal dari si setan ini. Setan selalu membisikkan agar kita santai saja, tidak usah buru-buru mencapai kesuksesan, masih ada waktu katanya. Setan juga suka kalau kita malas-malasan.

So, ada baiknya jika kita tidak hanya merelease energi negatif dengan metode-metode terapi dan ilmu pengembangan diri, tetapi juga meminta perlindungan dari Tuhan agar dilindungi dari godaan setan yang ingin menghambat kita mencapai kesuksesan sejati, yaitu kesuksesan yang semakin mendekatkan kita pada Tuhan.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Seminggu ini saya ambruk kena batuk pilek. Saya memang termasuk orang yang jarang sakit, tapi sekali sakit langsung termehek-mehek, kayaknya beraaaat banget penyakitnya, padahal cuma meler doang... :D

Tapi sejak setahun belakangan, saya sudah tidak membiasakan diri mengkonsumsi obat-obatan lagi kalau kena penyakit yang sifatnya ringan. Paling banter minum t***k angin saja. Yang saya biasakan saat ini adalah ramuan tradisional, karena saya tidak mau mengisi tubuh saya dengan zat-zat kimiawi yang bersifat toksik. Dan yang terutama, saya ingin membangkitkan kembali kemampuan alami tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri.

Ngomong-ngomong soal kemampuan alami, sebenarnya banyak sekali tehnik tradisional dan alami untuk penyembuhan diri. Tehnik pernafasan untuk kesehatan misalnya. Kalau dilakukan dengan baik dan benar, bahkan penyakit kanker pun bisa disembuhkan. Tetapi kebanyakan dari kita ingin hasil yang instan. Daripada repot-repot melatih pernapasan mendingan minum obat. Pilek sedikit ambil obat, padahal tanpa obat pun pilek bisa sembuh dalam beberapa hari, maksimal semingguan kalau yang saya alami.

Jaman sekarang makanan pun serba instan. Kalo malas masak, tinggal bikin saja mie instan. Sehingga ada sindiran yang mengatakan, generasi sekarang adalah generasi instan. Padahal yang cepat dan instan belum tentu baik, bahkan bisa jadi buruk untuk kesehatan. Akibatnya, hidup pun jadi instan alias cepat matinya.

Keinginan serba instan tidak hanya dalam soal makanan dan kesehatan. Ketika ditimpa musibah atau masalah, sudah pasti orang ingin bebas secepat mungkin, kalau bisa secepat sim salabim. Banyak orang bertanya bagaimana caranya agar segera bebas dari masalah hidup yang menghimpit. Banyak orang yang merasa sudah berdoa, sudah berikhtiar tapi kok hidupnya masih tetap begitu-begitu juga, dan masalahnya tak kunjung selesai.

Kebanyakan orang berfokus pada hasil akhir tapi jarang sekali yang berfokus pada prosesnya, dan menikmati prosesnya. Wajar saja, tidak semua orang bisa memahami konsep ini. Kebanyakan akan mengatakan, "Menikmati apanya? Masalah ginian boro-boro bisa dinikmati! Ngomong sih ngampang! Coba elu yang ngerasain!"

Tetapi semakin mereka tak mampu menikmati proses dan semakin besar keluhannya, maka makin sulit dia keluar dari masalah hidupnya. Sedangkan orang yang mampu bersabar menikmati prosesnya, cenderung mudah mendapatkan jalan keluar yang seringkali lebih cepat dari yang dia duga.

Tuhan memberi kita ujian sesuai kadar kemampuan kita masing-masing. Masalah apapun yang kita alami hingga hari ini adalah bukti bahwa kita mampu menanggungnya. Dan tentu saja kita tidak perlu menanggung masalah selamanya, karena di dunia ini tak ada yang abadi, semua hanya sementara termasuk masalah.

So, instan bukanlah satu-satunya jalan. Bahkan instan bisa melemahkan. Orang yang selalu diberi kemudahan, malah bisa menjadi orang yang paling lemah ketika kemudahan itu tak lagi didapat. Tuhan tidak selalu memberikan solusi cepat ketika Dia ingin kita naik peringkat untuk menjadi orang yang lebih hebat.

So, tidak usah berpikir solusi instan, ikuti saja petunjuk Tuhan. Masalah memang membuat susah, tapi teruslah melangkah, dan jangan menyerah, karena seringkali disaat kita menyatakan pasrah dan mengaku kalah, solusi itu sebenarnya hanya tinggal selangkah.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Nasehat klasik yang sering diberikan pada orang yang sedang tertimpa musibah atau masalah, biasanya adalah, "Tabah ya, pasti ada hikmahnya..."

Ada juga yang menasehatkan, "Carilah hal yang bisa disyukuri dari masalah tersebut."

Tetapi, tidak semua orang mampu mencerna nasehat-nasehat bijak ini. Apalagi jika sedang dalam keadaan terdesak. Coba saja katakan "Masalah itu cuma ilusi," atau "Masalah itu cuma persepsi," pada seorang ibu atau ayah yang sedang panik karena butuh uang untuk biaya perawatan anaknya yang sedang sakit parah. Atau katakanlah itu pada orang-orang miskin yang kelaparan, bisa-bisa Anda diamuk massa :)

Meskipun demikian, Agama telah mengajarkan kita metode untuk menghadapi situasi sulit. Dan yang paling sering kita dengar adalah metode "Syukur".

Ya, metode syukur mengajari kita untuk tidak berfokus pada masalah, melainkan pada kenikmatan-kenikmatan lain yang tidak terbantahkan.

Dalam beberapa pelatihan pengembangan diri, sering saya menemukan tes pertanyaan bagi para peserta. Sang trainer memperlihatkan sebuah kertas yang putih bersih. Ketika ditanyakan pada peserta, "Ini apa?" Semua menjawab "Itu kertas". Tetapi ketika sang trainer menggambar titik di atas kertas tersebut dan bertanya lagi, "Ini apa?" Maka kebanyakan peserta menjawab "Titik hitam".

Padahal, ketika kita mampu membaca dengan pandangan yang lebih luas, maka jawaban kita pastilah tetap "Kertas putih", cuma kali ini ada titik hitamnya.

Yup, dalam kehidupanpun kita seringkali berfokus pada setitik penderitaan di atas luasnya hamparan kasih sayang Tuhan.

Ketika seseorang mengeluhkan bagian tubuhnya yang sakit, dia lupa bahwa masih banyak anggota tubuh lainnya yang masih sehat.

Ketika seseorang mengeluhkan tentang kekurangan uang, dia lupa bahwa sebenarnya banyak hal yang dia miliki yang uangpun tak akan bisa membelinya.

Ketika seseorang merasa kesepian karena butuh kasih sayang dan belum punya pasangan, dia lupa kalau dia punya orang tua, adik, kakak, dan sahabat-sahabat baik yang menyayanginya.

Ketika seseorang mengeluhkan pasangannya yang cerewet, dia jadi lupa bahwa dia masih jauh lebih beruntung dibandingkan mereka yang bertahun-tahun berdoa siang malam minta diberikan pasangan hidup.

Ketika seseorang mengeluhkan kecilnya gaji di perusahaan tempat dia bekerja, dia lupa bahwa dia masih punya penghasilan, sedangkan di luar sana masih banyak para sarjana yang sangat mendambakan pekerjaan, bahkan ada yang terpaksa jadi kuli daripada tidak bekerja sama sekali.

Bukannya mensyukuri, kebanyakan orang malah memperbesar keluhannya. Walhasil, tidak tercukupi pula kebutuhannya karena apa yang mereka fokuskan adalah penderitaan.

Rasa syukur tidak hanya berlaku bagi mereka yang sedang diuji dengan kesenangan, tetapi juga tetap berlaku bagi mereka yang sedang ditimpa musibah atau kemalangan.

Ketika kita mampu bersyukur di tengah masalah dan berfokus pada kenikmatan lain yang telah dan sedang kita miliki, maka Insya'Allah akan lebih besar lagi rasa syukur kita ketika kesenangan tiba, karena kita sudah terlatih untuk selalu bersyukur dalam situasi sulit.

Setelah itu kita tinggal mempertahankannya supaya kita menjadi hamba-hamba-Nya yang selalu mampu bersyukur dalam situasi apapun, syukur yang benar-benar syukur dan bukan sekedar memaksakan diri bersyukur karena ada maunya saja, tapi ketika kesenangan tiba malah jadi lupa. Semoga kita terhindar dari rasa syukur yang terpaksa dan hanya sementara.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Sering saya melihat iklan promosi dari orang-orang yang berprofesi sebagai Terapis atau Healer. Dan yang membuat saya bingung adalah iklan yang bunyinya seperti ini, "Hilangkan emosi negatif, raih hidup lebih baik".

Berdasarkan yang saya ketahui, emosi adalah energi, dan yang namanya energi tidak bisa dimusnahkan. Jadi energi negatif pun tidak bisa dihilangkan.

Loh, kalau energi negatif tidak bisa dihilangkan, lalu mesti dibagaimanakan?

Saya yakin banyak dari anda yang sudah tahu tentang sifat energi yaitu "Mengalir", bahkan ada yang menyebutkan bahwa energi itu pergerakannya berputar. So, kita tidak bisa menghilangkan energi negatif, tapi hanya bisa mengalirkannya agar tidak stuck sehingga menyakiti tubuh dan perasaan kita, dan juga tidak terakumulasi sehingga menarik kejadian-kejadian negatif yang tidak kita inginkan, karena sifat energi yang lainnya adalah "saling tarik menarik".

Jadi apa yang dilakukan para terapis dan para healer sebenarnya bukanlah menghilangkan emosi negatif, melainkan hanya mengalirkannya melalui berbagai tehnik melepaskan emosi, sehingga energi negatif tersebut mengalir sebagaimana mestinya.

Nah, sehubungan emosi negatif tidak bisa dihilangkan dan gerakannya adalah berputar, maka dia pasti akan datang dan datang lagi selama kita masih ada di dunia ini. Tapi ketika kita sudah tahu cara release emosi entah melalui bantuan terapis ataupun melalui metode self-help, kita mengalirkan lagi energi tersebut dengan segera agar tidak mempengaruhi pikiran dan jiwa kita yang berimbas pada kehidupan kita.

Dan yang namanya energi negatif memang diciptakan Tuhan untuk penyeimbang, karena di alam semesta ini selalu ada dualitas. Ada siang dan malam, panas dan dingin, gelap dan terang, dll...

Semuanya memang berlawanan tapi sebenarnya berpasangan. So, kita harus sadari bahwa emosi negatif itu ada untuk keseimbangan, dan tidak akan pernah bisa dihilangkan, kecuali dialirkan sebagaimana mestinya.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Wow, ternyata sudah lama saya tidak menulis di blog ini karena kesibukan yang terus mengalir. Dan 90% dari kegiatan tersebut adalah seputar pergerakan Team Emotional Healing. Yup, banyak hal yang harus kami kerjakan, mulai dari membenahi diri, merancang sistem baru dan menambah ilmu agar mampu mempersembahkan yang terbaik bagi para peserta dalam setiap event.

Ngomong-ngomong tentang sibuk, saya teringat dua tahun lalu saya punya signature email yang merupakan afirmasi yang tidak baik. Karena signature yang berada pada footer email saya bunyinya adalah, "So little time too much to do".

Waktu itu saya memakai signature tersebut karena merasa saya sibuk sekali, kerja keras tanpa henti. Sudah mah kerja di kantor seharian, pulangnya masih harus melakukan kerja sambilan demi memenuhi kebutuhan hidup dan membayar tumpukan hutang yang jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah. Akibatnya saya stress, kurang istirahat, kurang tidur, lelah, letih, lesu, lemah, kurang gairah, halah... :D

Saya merasa terpenjara, merasa tak punya waktu untuk santai, tak punya waktu untuk mengerjakan hobi dan hal-hal lain yang menyenangkan, tiap hari hanya keluhan yang terpikirkan, karena seberapa keraspun saya bekerja, kebutuhan tak kunjung terpenuhi, hutang malah makin bertumpuk, masalah terus datang silih berganti, capek rasanya hingga sering saya bertanya kapan semua ini akan berakhir. Padahal mestinya waktu itu saya bersyukur karena masih punya pekerjaan, sehingga bisa mencicil hutang-hutang, dan masih bisa makan.

Keluhan adalah hal yang paling sering muncul di tengah kesibukan, terutama pekerjaan. Banyak orang tidak puas dengan pekerjaannya, tapi tetap saja bekerja di sana. Banyak orang ingin santai, tapi begitu banyak waktu untuk santai malah kebingungan, bete, bosan. Jadi maunya apa? :D

Di satu sisi, kesibukan kadang terasa tidak menyenangkan, tapi di sisi yang lain, kesibukan sebenarnya sesuai dengan hukum energi, karena kesibukan adalah pergerakan, dan sifat energi adalah adalah bergerak dan mengalir. Pergerakan energi tak akan pernah berhenti hingga dunia ini berakhir. Artinya kita memang harus terus sibuk dan bergerak.

Kesibukan dan bergerak yang dimaksud tentu saja bukan berarti bekerja semata. Mengurus keluarga, mendidik anak, mengerjakan hobi, jalan-jalan bersama keluarga pun adalah kesibukan dan pergerakan. Jadi kita memang tidak pernah benar-benar santai :)

Jadi jika anda tidak menyukai kesibukan anda saat ini, jika anda tidak mencintai pekerjaan anda saat ini, pepatah lama selalu berlaku, "Syukuri dulu". Mengeluh tak akan membuat kesibukan kita mendadak berkurang, tapi bersyukur akan membuka jalan menuju kesibukan dan pekerjaan yang lebih menyenangkan.

Semoga kita semua senantiasa bergerak menuju hidup yang lebih baik.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Hari ini saya bersyukur dan berbahagia sekali karena untuk ke sekian kalinya saya berhasil membuktikan konsep "Law of Detachment". Yup, saya dinyatakan sebagai salah satu pemenang lomba menulis untuk mendapatkan ebook gratis "Mukjizat Zakat" yang diselenggarakan di web Sukses Total milik Mbak Sri Astuti, salah seorang mentor saya dalam pembelajaran kehidupan :)

Sebenarnya saya sudah mengincar ebook Mukjizat Zakat ini sejak pertama kali dilaunching. Tapi waktu itu saya belum ada uang lebih untuk membeli ebooknya. Dan suatu hari Mbak Astuti mengumumkan lomba berhadiah ebook tersebut. Tentu saja saya merasa mendapat angin segar, saya pun langsung ikut serta dalam lomba menulis yang harus memilih antara dua topik yaitu, "Kalau bisa gratis kenapa harus bayar?" atau "Kalau bisa bayar kenapa harus gratis?". Dan waktu itu saya memilih topik "Kalau bisa bayar kenapa harus gratis?" Tulisan saya tersebut dapat dilihat di sini.

Tapi pada saat membuat tulisan tersebut, saya membuat penegasan terlebih dahulu pada diri sendiri, dengan menyatakan, "Kalau menang syukur, kalau tidak...berarti saya layak untuk membayar, atau akan mendapatkan yang lebih baik!".

Hari-hari berlalu, saya sempat lupa kalau saya pernah ikut lomba itu. Tapi seminggu yang lalu tiba-tiba saya ingat, dan mengecek web suksestotal.com untuk melihat barangkali pemenang sudah diumumkan. Tapi...tak ada pengumuman apapun. Saya pikir, "Ya sudahlah, berarti saya layak untuk membayar, atau akan dapat yang lebih baik"...lalu saya pun kembali melupakannya.

Tapi dua hari yang lalu, saya mendapat email dari Mbak Astuti yang memberitahukan bahwa saya dinyatakan sebagai salah satu pemenang. Alhamdulillah... :D

Ngomong-ngomong tentang gratis, di dunia ini memang tidak ada yang gratis. Semuanya bayar, walaupun definisi bayar tersebut tidak selalu identik dengan uang, karena bisa juga berupa "Ikhtiar". Bahkan ketika kita mendapatkan keajaiban berupa pertolongan Tuhan di tengah kesulitan, itu pun karena kita membayarnya dengan ibadah-ibadah kita, karena kita rajin menabung amal baik di Bank Semesta-Nya, sehingga hadiah pun kita terima sebagai penghargaan untuk nasabah yang baik dan hamba yang bertakwa.

Kalaupun ada yang tampaknya gratis di muka, misalnya seseorang yang tiba-tiba dapat rejeki nomplok walaupun kelakuannya ancur abis dan tak pernah beribadah, sebenarnya dia tetap harus membayarnya, yaitu dengan taubat, rasa syukur dan menjalankan perintah Tuhan, karena jika dia tidak membayarnya, maka Tuhan pasti akan menagihnya dengan berbagai cara, bahkan bisa berlipat ganda. Jika tidak di dunia, ya di akhirat.

So, mari kita belajar untuk mengeliminasi mental gratisan dan menggantinya dengan mental berkelimpahan, karena hanya dengan memiliki mental berkelimpahan lah kita percaya bahwa kekayaan di alam semesta ini tak akan habis sebab Tuhan Maha Kaya dan Maha Pemurah, Dia selalu membagikan rezeki pada semua umat manusia, baik diminta ataupun tidak.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Dua orang sahabat tertarik dengan cerita saya tentang mencari petunjuk Tuhan melalui alam. Dan untunglah mencari petunjuk tak perlu selalu di alam bebas seperti pedesaan, hutan atau tempat yang berenergi tinggi seperti alam di Ubud Bali, karena walaupun di kota besar seperti Jakarta, tanda-tanda tersebut pasti ada.

Yang seorang mencoba mencari petunjuk tentang kelanjutan hubungannya dengan seorang wanita yang dia impikan untuk menjadi pasangan hidupnya. Tapi karena hubungan mereka tidak begitu sehat, tambah lagi tak ada restu dari orang tua, padahal dia begitu cinta pada pasangannya, maka dia memutuskan untuk mencari tahu jawabannya meskipun pahit.

Maka mulailah dia mencari jawaban. Ketika mengendarai motor, dia niatkan berdoa pada Tuhan, dan meminta petunjuk tentang bagaimana kelanjutan hubungannya dengan sang kekasih. Baru saja selesai dia berucap, tiba-tiba muncul petir yang menyambar di langit. Teman saya terperanjat, "Apakah ini petunjuk tanda bahaya? Atau cuma kebetulan?" pikirnya.

Dia pun berhenti di suatu tempat, lalu meminta petunjuk yang lebih jelas. Tiba-tiba, entah kenapa dia merasa harus membalikkan tubuh dan...JRENGG!! Pandangannya tertuju pada lampu lalulintas yang dipasang pada jembatan yang melintas di atas jalan tol. Lampu lalulintas yang berkedip-kedip warna kuning. Pertanda "Warning?" atau "Danger?" "Apakah ini berarti hubungan kami berbahaya jika dilanjutkan?" pikirnya.

Sahabat yang seorang lagi meminta petunjuk untuk mengatasi kesempitan rezeki yang dia alami. Dia panjatkan doa minta petunjuk itu ketika duduk di bangku deretan paling depan dalam sebuah bis kota. Selesai berdoa, hanya dalam waktu beberapa detik, tiba-tiba sebuah mikrolet menyalip bis tersebut. Dan yang mengejutkan adalah, tulisan pada kaca belakang mikrolet yang berbunyi, "ISTIGHFAR"...

Sontak sahabat saya merunduk dan mengucapkan Istighfar berkali-kali dalam hati. Dia menyadari mungkin akibat dosa-dosanyalah dia mengalami kesempitan rezeki seperti ini. Apalagi memang sudah dikatakan dalam ajaran agama bahwa Istighfar bisa menghilangkan kesempitan rezeki.

Kemudian dua sahabat tersebut menceritakan pengalamannya pada saya, dan meminta saya untuk meyakinkan apakah yang mereka alami itu benar-benar petunjuk atau bukan?

Saya hanya menjawab, "Wallahualam...cuma Tuhan dan kalian yang tahu..." :)

Yang jelas, ayat-ayat Tuhan tersebar di mana-mana. Bentuknya pun bermacam-macam, bisa berupa tulisan pada billboard atau angkot, pertanda alam, atau tingkah laku seseorang bahkan binatang.

Masalahnya...maukah kita menyadarinya? Maukah kita mengikuti petunjuk-Nya? Atau menolak dan bersikukuh dengan nalar dan keputusan kita? Dan menganggap semua itu hanya kebetulan?

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Tanggal 23-25 April kemarin, saya dan Team Emotional Healing Indonesia berada di Ubud Bali untuk penyelenggaraan Bali Retreat yang bertema "Heal your soul Heal the world". Selama 3 hari berada di Bali, ada satu sesi yang paling menarik bagi saya, yaitu mencari solusi melalui petunjuk yang tersebar di alam bebas. Meskipun kami adalah penyelenggara, tapi Team Emotional Healing pun ikut serta dalam sesi tersebut.

Caranya sangat simpel. Kami hanya berjalan bebas menyusuri jalanan pedesaan dan sudut-sudut pesawahan, memandang apapun yang terlihat, tapi begitu mata terhenti pada sesuatu yang menarik perhatian, maka kami harus menyelami maknanya.

Ada peserta yang perhatiannya tertarik pada kupu-kupu, dan ketika dia mencoba memahami maknanya, maka dia pun mengerti bahwa masalah yang tengah dia alami saat ini adalah proses metamorfosa. Proses yang terasa menyesakkan tapi akan membuahkan keelokan pada akhirnya, seperti ulat yang bagi sebagian orang terasa menjijikkan, tapi kemudian dipuji karena keindahannya setelah bermetamorfosa menjadi kupu-kupu yang cantik.

Saya sendiri menemukan beberapa petunjuk. Pertama perhatian saya tertuju pada pohon bambu yang melengkung tapi tidak patah. Sehari sebelumnya seorang sahabat bercerita bahwa daya tahan bambu jauh lebih kuat daripada besi. Karena bambu memiliki keunggulan yaitu pada sifatnya yang lentur. Jadi selain lentur, bambu juga kuat dan tidak mudah patah. Hal itu mengilhami saya untuk bisa bersikap seperti bambu, lentur dan kuat, tak mudah patah semangat dalam menghadapi masalah.

Kemudian ketika berjalan di wilayah pesawahan, saya melihat ada satu petak sawah yang padinya sudah tinggi tapi merunduk semua. Tentu saja ini mudah dipahami, karena filosofi padi adalah, semakin berisi, semakin merunduk. Saya diingatkan kembali untuk tidak sombong dengan ilmu dan pencapaian yang saya dapatkan.

Dan terakhir dalam perjalanan kembali menuju Villa, tiba-tiba saya tertarik pada air jernih yang mengalir di selokan sepanjang pesawahan. Yang ini membuat saya lebih lama memandanginya dan mencoba memahami maknanya. Dan entah kenapa tiba-tiba saya teringat kata-kata bijak dari Bruce Lee yang terkenal yaitu , "Be Water...my friend...".

Ya, saya harus seperti air, saya hanya perlu mengalir saja dalam hidup ini, karena mengalir berarti tidak melakukan perlawanan, pasrah, ikhlas...sambil menjernihkan hati agar bisa memahami petunjuk Tuhan. Hal itu mengingatkan saya pada kata-kata Om Bob Sadino yang tampil sebagai bintang tamu dalam acara Revolusi hati Republik Ikhlas yang diselenggarakan Katahati Institute pada tanggal 22 Mei tahun 2009 yang lalu. Waktu itu Om Bob mengatakan bahwa dia tidak pernah punya rencana hidup, karena dia hanya mengikuti rencana yang sudah dirancang oleh The Master Planner kehidupannya yaitu Tuhan...dan rencana Tuhan sudah pasti baik.

So, kita hanya perlu peka mengikuti petunjuk-petunjuknya yang sebenarnya sudah bertebaran di setiap sudut alam raya, maka Insyaallah kita tidak akan tersesat dan tak perlu bersusah payah menjalani kehidupan di dunia yang sebenarnya dimudahkan untuk kita, karena sesungguhnya Tuhan menginginkan kemudahan bagi manusia dan bukan kesukaran.

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Ilmu pengetahuan membuktikan bahwa alam semesta ini adalah sistem energi, termasuk tubuh manusia. Sifat energi adalah mengalir kecuali ada yang menahannya. Hambatan energi akan mengakibatkan gangguan dalam skala kecil maupun besar.

Energi adalah satu kesatuan, sehingga sebenarnya kita dan alam semesta ini adalah satu. Makanya dikatakan bahwa pertanda alam adalah pertanda jiwa. Kalau kita mau jujur, sebenarnya segala bentuk musibah dan bencana di muka bumi ini adalah hasil dari pembesaran hambatan energi yang dipancarkan manusia melalui kata-kata, pikiran dan perbuatan negatif. Sehingga semakin banyak manusia yang mengeluh, semakin banyak orang yang berperilaku negatif, maka semakin besar pula pengaruhnya pada gangguan sistem energi alam semesta ini. Itulah sebabnya Tuhan berfirman bahwa segala kerusakan di muka bumi adalah akibat perbuatan manusia sendiri.

Tapi kita tidak usah jauh-jauh dulu bicara tentang efek dari hambatan energi terhadap alam semesta raya (makrokosmos). Mari kita tengok terlebih dahulu efek hambatan energi pada alam semesta kecil (mikrokosmos) yaitu tubuh kita sendiri.

Tubuh manusia pun adalah sistem energi. Lancar tidaknya aliran energi dalam tubuh kita akan tergantung pada kita sendiri. Reaksi awal dari hambatan energi akan terasa pada tubuh berupa gangguan fisik, baik ringan ataupun berat. Sudah pasti kita menginginkan aliran energi kita lancar, tapi apakah kita sudah melakukan upaya untuk memperlancar energi tersebut? Ataukah lebih sering menghambatnya?

Menurut pemahaman sebagian ahli, pada dasarnya dalam tubuh kita tidak ada yang namanya energi negatif, disebut negatif karena energi tersebut tertahan sehingga menimbulkan rasa sakit atau rasa tidak nyaman. Sehingga imbasnya menarik hal-hal yang tidak diinginkan.

Kata-kata, pikiran, perasaan, serta tindakan yang tidak baik adalah pemicu hambatan energi dalam tubuh kita. Mau bukti? Cobalah anda berbohong pada orang tua atau teman, atau siapa saja. Apakah anda merasa tidak nyaman? Atau barangkali anda merasakan sensasi tertentu di badan? Misalnya rasa tidak enak di bagian dada? Atau rasa sakit di leher? Tentu saja, karena kebohongan bukanlah hal yang benar-benar anda inginkan. Kata-kata anda tidak selaras dengan pikiran dan perasaan yang memegang prinsip kebenaran, sehingga terjadilah konflik diri yang mengakibatkan hambatan energi, yang efeknya akan terasa pertama kali di badan, dan pada akhirnya akan terwujud menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, entah anda akan menarik kejadian yang tidak mengenakkan, atau anda mengalami gangguan kesehatan.

Contoh kecil lain, ketika seseorang berulang-ulang bertanya pada anda tentang hal yang sama, misalnya, "Mas, besok jadi ga acaranya?"

Kemudian anda menjawab, " Ya jadi dong, dodol!! Duuh...parah banget sih ni orang!!"

Maka yang terjadi adalah:
1. Muncul gangguan energi di badan anda, karena yang anda ucapkan adalah kata-kata negatif.
2. Gangguan energi bertambah lagi karena anda marah atau jengkel/kesal.
3. Ada tambahan gangguan energi lainnya karena anda menganggap orang lain bodoh, dan itu artinya anda merasa lebih pintar.
4. Makin besarlah gangguan energinya karena anda menghina ciptaan Tuhan yang sempurna dan menyamakannya dengan dodol.
5. Tambah lagi gangguan energinya karena anda mendapat dosa.

Dari satu perkataan saja, kita mendapatkan multiple gangguan energi plus dosa. Maka tidak heran kalau efek dari perbuatan dosa sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah melalui pemahaman tentang energi.

Semakin besar hal negatif yang dilakukan, makin besar efeknya pada tubuh kita. Cepat atau lambat, efeknya akan terasa selama energi yang terhambat tersebut tidak dialirkan kembali melalui pembersihan, misalnya melalui "permintaan maaf", "pengakuan kesalahan", atau "tobat". Maka tak heran jika ada orang yang sembuh dari penyakit kronisnya setelah meminta maaf pada seseorang yang pernah dia sakiti. Karena dengan mengakui kesalahan, apalagi permintaan maafnya diterima, maka energi yang terhambat dan memicu terjadinya penyakit orang tersebut telah mengalir kembali seperti seharusnya.

Itulah sebabnya perintah dan larangan Tuhan pasti maksudnya selalu baik. Dan pada intinya perintah Tuhan bukanlah untuk Tuhan, melainkan untuk kita sendiri. Ketika kita menjalankan perintah agama, sholat misalnya kalau di agama Islam, jika dilakukan dengan baik dan benar, maka sebenarnya yang dilakukan adalah proses clearing energi yang rutin dilakukan tiap hari, sehingga ada pepatah agama yang mengatakan bahwa, "Kalau sholatnya beres, maka segala sesuatunya juga akan beres". Itulah sebabnya orang yang benar-benar spiritual dan religius memiliki wajah yang cerah dan bercahaya. Akan berbeda dengan mereka yang berspiritual tapi tidak menjalankan perintah agama, mereka tetap hampa karena tidak disinari cahaya Ilahi. Dan tentu saja, akan ada efeknya :)

So, jika kita menyadari bahwa kita bisa dengan mudah memblocking aliran energi, masihkah kita senang berkata, berpikiran, dan berkelakuan yang merugikan diri sendiri? Merusak tubuh sendiri bahkan merusak alam semesta ini?

Wallahualam

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Pertengahan tahun 2009, saya membaca sebuah artikel tentang seorang trainer ilmu pengembangan diri yang sudah makan asam garam kehidupan, ikut berbagai pelatihan dan mempraktekkan berbagai metode pengembangan diri sehingga dia menjadi trainer. Tetapi di puncak karirnya, dia bertemu dengan metode Sufi, dan menemukan kedamaian di sana, sehingga dia pun tanggalkan semua ilmu pengembangan diri yang pernah dia pelajari, karena menurutnya semua itu sudah tak diperlukan lagi setelah dia menemukan kedamaian yang sebenarnya dengan metode Sufi.

Sudah lebih dari satu tahun berlalu sejak saya mulai bangkit dari keterpurukan dan mempelajari berbagai metode pengembangan diri. Sekitar seminggu yang lalu saya dipertemukan dengan seorang guru kehidupan yang lain, yang membuat saya ngeh bahwa semua ilmu yang saya pelajari selama ini ternyata sudah ada di Al-Quran dan Hadits. Dan yang mengejutkan, saya menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan besar saya tentang kehidupan melalui ayat-ayat yang dipaparkan sang guru, yang selama ini tidak saya temukan melalui ilmu pengembangan diri yang saya pelajari.

Saya pun teringat kembali cerita sang trainer yang kini telah beralih haluan menjadi seorang penganut ajaran sufi. Mungkinkah ini sudah waktunya saya kembali pada ajaran-Nya? pikir saya. Karena kalau dipikir, selama ini banyak hal yang saya pelajari tapi tidak saya cari referensinya dalam kitab suci. Dengan kata lain, pencarian yang saya lakukan adalah pencarian keluar, bukan pencarian ke dalam.

Saya teringat pula bahwa di awal saya mempelajari ilmu pengembangan diri, seorang teman memperingatkan saya dengan keras, untuk tidak mencari ajaran di luar agama, karena semua solusi sudah ada dalam ajaran agama. Tetapi waktu itu jawaban saya adalah, "Semua orang punya cara yang berbeda-beda untuk memahami Sunatullah. So, kalau cara yang saya lakukan ini salah, Tuhan pasti akan membimbing saya untuk kembali ke jalan-Nya". Karena kenyataannya memang ada orang yang harus sesat dulu untuk kemudian menemukan pencerahan menuju jalan yang benar.

Tentu saja bukan berarti ilmu pengembangan diri itu salah atau sesat. Bahkan saya akui, saya baru ngeh dengan arti dari beberapa ayat Quran setelah mempelajari banyak ilmu pengembangan diri. So, menurut saya ilmu itu mirip dengan teknologi, bisa mendatangkan manfaat sekaligus mudharat, tergantung bagaimana cara kita memahami dan menggunakannya. Jadi berdasarkan pemahaman saya untuk sementara ini, tidak apa-apa mempelajari ilmu pengembangan diri, hypnosis, ilmu tentang kekuatan pikiran, Law of Attraction dll, selama semua itu bisa semakin meyakinkan kita akan kebesaran-Nya, dan membuat kita semakin dekat dengan-Nya, dan yang paling penting, tetap mencari referensinya dalam ajaran agama.

Akan tetapi jika ilmu tersebut malah menjauhkan kita dari-Nya, karena merasa mampu menciptakan keajaiban tanpa pertolongan Tuhan, merasa damai dengan metode di luar koridor agama, sehingga membuat kita tidak membutuhkan agama, wassalam deh :D

Orang yang spiritual belum tentu religius. Tapi seharusnya spiritual adalah bagian dari religi. So, kehati-hatian tetap dibutuhkan dalam berspiritual, jangan sampai metodenya menjebak kita menjadi sekular.

Saat ini, saya hanya menyiapkan diri untuk membaca petunjuk Tuhan, untuk mengetahui kemana saya harus melangkah selanjutnya. Tetapi walaupun misalnya suatu hari nanti terbukti bahwa ilmu-ilmu yang saya pelajari selama ini ternyata salah atau sesat, saya tak akan menyesali, justru saya akan mensyukuri, karena saya mendapat pengalaman berharga untuk kehidupan yang lebih baik. Salah adalah awal dari benar. Dan selama kita memohon petunjuk-Nya, Insya'Allah Tuhan akan membimbing kita ;)

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Tipe seperti apakah anda? Orang yang senang berprasangka baik? Atau gemar berprasangka buruk? Sedikit-sedikit komentarnya negatif melulu seolah dirinya adalah yang paling benar dan seolah semua orang harus mendengarkan pendapatnya. Adakah orang seperti itu di lingkungan anda? Atau jangan-jangan anda sendiri yang seperti itu? Saya seperti itu gak ya? :)

Ketika melihat seorang wanita muda cantik, sekseh, berpakaian glamour dan bermobil mewah, apakah yang terlintas di pikiran anda? Terutama di kalangan para pria? Ngeres? Atau malah berkata, “Wah, pasti simpenan om-om nih…”

Ketika seorang yang anda benci naik pangkat dan jadi pimpinan, apakah yang anda pikirkan adalah… “Wah, pasti ga bakalan beres tuh ke sananya, lihat aja!”

Tahukah anda bahwa ketika anda berprasangka buruk terhadap sesuatu, sebenarnya anda malah memberikan power pada sesuatu tersebut? Sehingga makin menjadilah hal-hal yang anda prasangkakan.

Contoh kecil, ketika seseorang mau membeli laptop merek XXX, lalu ada temannya yang mencegah dengan mengatakan, “Jangan beli merek itu, XXX kan produk gagal, banyak errornya!” Maka ketika orang tersebut menerima dan memutuskan untuk mempercayai perkataan temannya, dia memberikan energi negatifnya pada merek XXX, sehingga semakin banyak orang yang mempercayai bahwa merek itu jelek, maka jangan heran kalau merek tersebut banyak yang error.

Contoh lain, sebuah dilema yang menyedihkan di negeri ini adalah banyaknya orang yang skeptis pada pemerintahan yang dilakukan oleh para pimpinan kita. Sehingga tidak heran banyak hujatan dan cacian yang menuding pemerintahan telah gagal. Menganggap pemerintah tidak becus, bahkan ada yang memvonis mereka pasti masuk neraka.

Sadarkah jika semua hujatan dan cacian itu malah memperbesar power negatif yang ada pada orang-orang yang kita hujat dan kita caci? Semakin anda benci pada seseorang, akan makin banyak hal-hal yang membuat anda makin benci lagi, dan yang rugi adalah anda sendiri.

Kita tidak bisa menuding seorang pelacur pasti masuk neraka, karena siapa tahu esok harinya dia bertobat sebenar-benarnya tobat dan menjalani kehidupan yang lebih mulia, sementara kita yang menghujatnya malah mungkin akan masuk neraka akibat berprasangka buruk dan merasa lebih suci darinya.

Dengan kata lain, kenapa kita buang-buang energi dengan menghujat, dan mengotori lisan dengan mencaci atau membicarakan keburukan? Kenapa kita tidak kita perbesar power positifnya saja dengan mendoakan kebaikan bagi mereka yang kita benci? Termasuk mendoakan pemerintah kita agar menjadi pemerintah yang amanah dan mendahulukan kepentingan rakyat.

Banyak orang yang bersusah payah berusaha mengubah dunia luar, padahal sebenarnya yang terlebih dahulu harus diperbaiki adalah diri mereka sendiri, karena dunia luar adalah refleksi dari dunia dalam diri.

Perubahan harus dimulai dari diri sendiri, karena energi bersifat menular. Bukankah lebih menyenangkan jika kita bisa menularkan energi positif ke sekeliling kita? Bukankah lebih menyenangkan jika dunia ini dipenuhi dengan cinta?

Cukup 100 orang positif saja yang dibutuhkan untuk mempengaruhi 1 juta manusia agar mengubah sikap mereka. Jika jumlah keseluruhan penduduk dunia saat ini sekitar 6 miliar orang, maka hanya dibutuhkan sekitar 8000 orang positif saja untuk mempengaruhi dunia. Apakah kita termasuk di antara mereka?

“Ah, mana bisa! Itu cuma khayalan! Ngemeng doang!” begitulah kata seseorang yang menolak untuk melakukan perubahan dan lebih suka berkutat dengan kesusahan. Ya terserah…saya kan hanya…ah sudahlah…:)

Tanamkan cinta, bukan prasangka. Balaslah segala bentuk kebencian dengan cinta, sebarkan cinta pada siapa saja ke seluruh alam semesta. Walaupun tak akan bisa membuat dunia ini abadi selamanya, kita sudah melakukan yang terbaik untuk dunia, dengan berbagi energi cinta.

Hanya pendapat seorang rakyat biasa :)

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Belakangan ini saya mulai disibukkan oleh beberapa kegiatan sehingga nyaris tak ada waktu untuk menulis, padahal saya suka sekali menulis. Karena menulis bagi saya adalah salah satu bentuk terapi yang dikenal dengan writing therapy.

Baru-baru ini saya mengikuti pelatihan Pembicara Bercahaya di Bogor yang dipandu oleh Kang Zen. Dan saya sangat bersyukur bisa mengikuti pelatihan yang sudah saya rencanakan sejak tahun lalu itu, karena ternyata pelatihan tersebut tidak semata-mata membahas tentang bagaimana menjadi pembicara yang berkarakter, tapi lebih dari itu, banyak nasehat-nasehat agama di dalamnya.

Salah satu nasehat yang saya dapatkan dari pelatihan itu adalah tentang rasa memiliki. Perasaan yang satu ini ternyata sering menjadi masalah untuk manusia, karena ketika apa yang kita miliki tak lagi kita miliki, maka yang terjadi adalah kita akan merasa resah, sedih, kecewa, terluka, bahkan mungkin marah atau depresi.

Apa yang anda rasakan ketika orang yang anda cintai pergi dari hidup anda? Entah itu karena dia meninggalkan anda demi orang lain, atau meninggalkan anda karena telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa? Apa yang anda rasakan ketika harta yang telah susah payah anda kumpulkan tiba-tiba lepas dari kepemilikan anda entah karena bencana, kebangkrutan usaha, ditipu orang dll?

Apa yang anda rasakan ketika anda tak berhasil meraih apa yang anda impikan?

Semua perasaan sedih kecewa dan teman-temannya itu terjadi akibat “rasa memiliki” atau “keinginan untuk memiliki”. Padahal jika kita sadari, pada hakikatnya kita tidak memiliki apapun. Harta, anak, istri, suami, dan segala sesuatu yang kita cintai hanyalah titipan Tuhan, tapi kita mengklaimnya sebagai milik kita, hasil jerih payah kita, hingga lupa siapa yang memberikan itu semua.

Kita memang boleh memiliki apapun yang kita inginkan, tapi kita pun harus mampu melepaskan rasa kemelekatan pada apa-apa yang kita dapatkan, karena pada hakikatnya semua hanyalah titipan yang dipercayakan Tuhan yang bisa diambil-Nya kapan-kapan ketika semua itu sudah sampai pada batas hak kepemilikan.

Bukan hal yang mudah untuk memahami bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan. Tapi seiring dengan meningkatnya kesadaran, perlahan kita akan menyadari bahwa semua itu bukanlah hal yang benar-benar kita butuhkan, karena sejak awal penciptaan hingga tibanya kematian, yang kita butuhkan hanyalah Tuhan.

Semoga kita mampu mencapai kesadaran untuk mensyukuri dan memanfaatkan sebaik-baiknya pemberian Tuhan tanpa rasa kemelekatan, agar kita selalu mendapatkan ketentraman tanpa rasa takut akan kehilangan.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Hal yang umum terjadi ketika seseorang mencari pencerahan atau ingin mengembangkan diri adalah...dia akan membaca banyak buku, ikut berbagai seminar bahkan terapi, tapi yang terjadi ternyata hidupnya tetap begitu-begitu juga. Sehari semangat, besoknya sudah lesu lagi, putus asa lagi. Hari ini bersyukur, besoknya sudah mengeluh lagi, seolah semua hasil pembelajarannya menguap begitu saja.

Saya ingat ketika dulu sering tanya sana-sini hanya untuk mencari solusi dari permasalahan yang saya hadapi, padahal sudah begitu banyak buku yang saya baca, ilmu pengembangan diri yang saya pelajari, bahkan sudah ikut berbagai macam terapi. Tapi saya merasa belum menemukan titik solusi, merasa ada missing link yang belum saya dapatkan. Tiap hari dilewati dengan rasa frustasi, hutang lagi hutang lagi, duit lagi duit lagi. Teruuuus berputar dalam lingkaran setan, pola masalah yang berulang.

Akhirnya saya tanya lagi tanya lagi pada orang-orang yang saya percayai bisa membantu saya. Tapi yang terjadi adalah, mereka mulai merasa kesal dan terganggu. Sampai ada yang marah karena kok saya ga berubah-berubah juga, mereka bosan dan muak dengan keluhan-keluhan saya, karena yang saya tanya adalah itu lagi itu lagi. Orang-orang yang tadinya sabar pun akhirnya mulai eneg ketika tiap saat saya hubungi mereka untuk menanyakan hal yang sebenarnya saya sudah tahu jawabannya itu itu juga :)

Akhirnya saya merasa sendirian karena tak ada lagi teman yang mau mendengarkan. Tapi disaat itulah saya mulai menyadari bahwa kehidupan adalah tanggungjawab kita sendiri, bukan orang lain. Kita memang mahluk sosial yang saling membutuhkan, kita seringkali butuh saran dari orang lain, butuh pencerahan dari orang lain, tapi pada akhirnya hanya kita sendiri yang bisa menyelesaikan urusan kita, karena kita dianugerahi Tuhan kemampuan untuk itu meskipun secara logika tampak mustahil. Tapi tak ada yang mustahil untuk Tuhan. Bukankah Tuhan tak akan menguji kita melebihi kemampuan? :)

Karena itu dalam pengembangan diri ataupun penyelesaian masalah hidup, kita tidak bisa selalu tergantung pada seorang terapis, tidak bisa selalu tergantung pada sosok seorang motivator, tergantung pada figur seorang Kiyai, pendeta, atau siapapun mereka yang kita anggap sebagai inspirasi dalam hidup kita. Tidak setiap saat mereka bisa menemani dan mengajari kita. Ibarat orang yang belajar menyetir mobil, tidak mungkin dia terus-terusan ditemani oleh sang pelatih. Ada saatnya ketika kita harus dilepas untuk merasakan sendiri dan mempraktekkan apa-apa yang sudah kita pelajari.

Satu hal yang perlu kita sadari bahwa ketika kita bertanya-tanya lagi dan jawabannya itu itu lagi, sebenarnya kita bukan mencari solusi, tapi "mencari perhatian", karena kita sedang butuh perhatian. Karena kita akan merasa aman, merasa nyaman dan merasa terlindungi ketika mendapatkan nasehat dari figur yang kita percayai. Tapi sayangnya banyak orang yang walaupun sudah mendapat jawaban tentang apa yang harus dilakukan, tetap tidak dipraktekkan. Atau kalaupun dipraktekkan hanya mood-mood-an, atau cuma melakukannya sebentar tapi merasa sudah lama/sering melakukannya, dan mulai mengatakan "Saya sudah melakukan metode ini tapi kok ga berhasil, tetap gelisah, tetap cemas, dsb, dsb..."

Ketika anda merasa "sudah melakukan" atau "sudah mempraktekkan" tapi tak juga berhasil, maka pertanyaannya adalah, "Sudah berapa kali? Sekali? Dua kali? Lalu berhenti karena tak ada apapun yang terjadi?" :)

Ketika kita sibuk dengan fokus pada pencarian, maka yang akan kita temukan adalah pencarian yang terus menerus tanpa ujung, pindah dari satu buku ke buku lain, pindah dari satu metode ke metode lain. Teruuus sampai akhirnya pusing sendiri karena jawaban yang kita dapatkan kok itu lagi itu lagi. Tentu saja jawabannya pun itu-itu juga karena masalah di dunia ini hanya itu-itu saja, dan penyelesaiannya pun sudah pasti itu itu juga. Masalahnya, sering kita tidak menyadari fokus kita kebanyakan adalah pada "pencarian" yang seringkali dilakukan di luar diri, padahal jawabannya sudah ada dalam diri kita sendiri.

Lain halnya ketika kita berfokus pada jawaban, maka jawabanlah yang akan kita dapatkan. Dan ketika jawaban itu kita temukan walaupun masih belum memuaskan, maka langkah selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah menyadari, dan memasuki diri untuk menyelami serta memahami makna dari jawaban-jawaban yang kita temui. Kemudian...praktekkan! Tanpa embel-embel harapan akan terwujudnya keinginan secara instan.

Seseorang baru bisa lancar mengendarai motor ketika dia sering praktek, sering berlatih, bukan terus-terusan bertanya bagaimana caranya mengoper gigi yang sebenarnya sudah berkali-kali diajarkan. Dia harus mempraktekkan, merasakan sendiri dan mengalami sendiri sampai akhirnya "ngeh" dengan cara yang baik dan benar untuk mengendarai motor.

Demikian pula dengan masalah hidup di dunia ini. Kita perlu mengalami, kita perlu menjalani, agar kita sadar bahwa apapun yang terjadi, kita tetap dilindungi oleh kekuatan Sang Illahi, sehingga suatu saat nanti ketika kita telah tegak berdiri, kita akan bisa berbagi dengan orang-orang yang kita cintai, agar mereka pun menyadari bahwa mereka mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Setelah 25 tahun lamanya, saya kembali menginjakkan kaki di kota gudeg Jogjakarta. Ini adalah perjalanan luar kota pertama sejak saya bergabung bersama Team Emotional Healing Indonesia. Jogja memang kota yang ramah, memberikan kesan mendalam terutama ketika kami makan lesehan di emperan jalan kota Malioboro di malam hari sambil bernyanyi bersama para musisi jalanan yang membawakan lagu Jogjakarta karya KLA Project.

Tetapi kota yang nyaman tersebut, ternyata menyimpan kesedihan dan penderitaan dari orang-orang yang selama ini bersikap nrimo tapi sebenarnya memendam beban emosi yang cukup dalam sehingga berakibat terhambatnya kemajuan hidup mereka. Dalam event Emotional Healing yang pertama kalinya diadakan di Jogjakarta Plaza Hotel, untuk pertama kalinya pula terjadi curhat terang-terangan dari beberapa peserta yang tidak sungkan menceritakan beban perasaan yang mereka pendam selama ini. Padahal terapi Emotional Healing tidak membutuhkan curhat dari para peserta, karena para peserta hanya dibimbing untuk menemukan akar masalah yang menghambat hidup mereka.

Tetapi curhat para peserta itu rupanya menguak kesadaran yang mengatakan bahwa, “Di atas yang menderita, masih ada yang jauh lebih menderita”. Kebanyakan orang menganggap permasalahan hidup yang mereka hadapi sebagai masalah terberat di dunia. Bahkan mereka cenderung mendramatisir keadaan, entah sebagai bentuk protes pada Tuhan, atau sekedar ingin cari perhatian agar mendapat belas kasihan. Maka lahirlah para drama queen dan drama king yang senang mengumbar keluhan ke sana-sini, mereka berusaha meyakinkan orang lain bahwa merekalah orang-orang paling menderita di dunia. Padahal penderitaan itu tak lebih dari permainan pikiran saja.

Harv T.Eker dalam bukunya Secret of Millionaire Mind mengibaratkan pikiran sebagai penulis skenario opera sabun terbesar dalam sejarah yang ceritanya kebanyakan seputar drama bencana atau penderitaan. Saya setuju dengan pendapat ini, dua orang yang memiliki masalah yang sama bisa menanggapinya dengan persepsi yang berbeda. Yang satu mungkin mengeluh dan larut dalam kesedihan, tapi yang satu lagi tetap tenang dan tidak menganggapnya sebagai batu sandungan.

Pepatah lama memang benar, ketika kita mengalami suatu masalah, maka cobalah bandingkan dengan orang-orang yang jauh lebih tidak beruntung dari kita. Atau lebih baik lagi jika kita bisa termotivasi ketika melihat atau mendengar cerita tentang seseorang yang kondisinya tak bisa kita bayangkan, tetapi mereka tetap mampu menjalani hidup dengan tegar. Berapa banyak kita mengetahui orang yang cacat tubuh tapi tetap bersemangat menjalani hidup? Berapa banyak kita menyaksikan orang yang hidup dalam garis kemiskinan tapi tetap mampu bahagia? Berapa banyak kita melihat dan mendengar orang sakit yang hidupnya divonis tak akan lama lagi tapi mereka optimis untuk tetap hidup?

Ketika kita mengalami suatu beban yang berat (menurut pikiran), seringkali kita lupa untuk bercermin pada orang-orang yang jauh lebih menderita. Dan yang lebih parah adalah lupa untuk berfokus pada solusi, yang dipikirkan malah masalahnya, dengan bertanya-tanya “Kenapa harus begini? Kenapa harus aku? Sampai kapan aku terus begini?” dan pertanyaan-pertanyaan negatif lain yang tidak mendukung pencapaian solusi.

Sudah seharusnyalah kita sadar bahwa semua masalah ada solusinya seperti halnya semua penyakit ada obatnya kecuali maut. Yang kita butuhkan adalah kesadaran bahwa masalah apapun pasti bisa terselesaikan, karena masalah dikirimkan selalu satu paket bersama solusinya. Jadi, ketimbang menjadi drama queen dan drama king yang berperan dalam opera sabun murahan yang membuat penonton bubar karena bosan dengan dialog-dialog bernada keluhan, bukankah lebih baik kita memutuskan untuk berbuat lebih banyak kebaikan yang mendukung pencapaian dari masa depan yang kita impikan?

Tapi bagaimana kalau kita tidak tahu apa yang harus dilakukan? Cukup awali dengan niatkan, dan mintalah petunjuk Tuhan, karena Dia akan mewujudkan selama hal tersebut adalah kebaikan.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Hari ini stok air minum galon di kostan saya habis. Sudah sebulan ini penyedia air minum isi ulang tidak lagi menerima jasa pengantaran galon. Kami harus mengambil sendiri ke tempatnya. Tentu saja cukup merepotkan karena jaraknya lumayan jauh.

Sempat menghela nafas karena merasakan repotnya harus menempuh jarak cukup jauh hanya untuk beli air, apalagi harus digotong sendirian. Saya sempat mencoba reframing dengan pikiran, "Gapapalah, lumayan buat fitness, gedein badan hehehe..."

Tapi setelah dipikir lagi, bisa gempor menggotong galon dengan jarak sejauh itu, akhirnya saya pasrah, dan merencanakan untuk memakai jasa ojek saja untuk mengangkut galon air isi ulang tersebut which is another additional cost disaat isi dompet sudah mulai menipis. Tapi saya segera menyadari kalau saya anggap itu sebagai additional cost, berarti sifat pelit saya belum sembuh, hehehe. Akhirnya saya reframing lagi dengan pikiran bahwa membayar ojek untuk mengangkut galon adalah bukti kemakmuran dan keberlimpahan. Itung-itung berbagi rejeki lah, pikir saya.

Seperti biasa saya selalu pamitan sama ibu Kost kalau mau pergi walaupun hanya untuk sekedar beli makan. Tapi begitu ibu kost tahu saya mau beli air, beliau menawarkan air galon yang dia beli kemarin karena dia beli dua galon. Yess! Alhamdulillah, tanpa perlu susah payah, saya dapat air galon dengan mudah ketika pasrah :)

Di hari yang sama, saya harus mengirimkan sebuah dokumen, dan dokumen ini harus tiba hari senin di tujuan. Setahu saya walaupun hari Sabtu jasa titipan kilat tetap buka. Saya pun pergi ke agen TIKI yang berada dekat kostan saya.

Tetapi...ketika tiba di sana, ternyata gedungnya sudah tidak ada. Di sana sedang ada pembongkaran besar-besaran, sekeliling gedung tempat agen TIKI itu berada kini ditutup oleh pagar seng. Tanpa bertanya ke mana agen TIKI itu pindah, saya langsung pergi menuju agen TIKI lain yang terdekat, karena setahu saya ada tiga agen TIKI di dekat kostan saya.

Tapi...ternyata tempat yang dulu dijadikan agen TIKI itu sekarang sudah berubah menjadi studio foto. Kecewa, saya pun memutuskan menuju agen TIKI terakhir yang saya tahu. Walaupun harus menempuh jalan yang becyek dan ga ada ojyek... :D

JRENGG! Saya pun tiba di tujuan, langsung saja saya masuk dan berkata pada seorang petugas yang sedang berjaga, "Mas, saya mau kirim dokumen!"

Tapi...petugas itu menjawab, "Waduh mas, kebetulan kita tutup nih kalau hari sabtu..."

Yaah...lemaslah saya, sudah cape-cape menempuh jalan yang cukup jauh, mana dokumen harus dikirim hari ini juga, what should I do? Mana kantor pos juga tutup.

Dengan langkah gontai, saya memutuskan untuk mencari jasa titipan kilat selain TIKI. Seingat saya ada satu jasa titipan kilat yang tidak bermerek, maksudnya tidak terkenal :D Tapi tempatnya cukup jauuuuuh sodara-sodara. Tapi daripada tidak, ya sudahlah....tapi kan...ah sudahlah... :D

Tapi berhubung perut sudah lapar, saya memutuskan untuk beli makan terlebih dahulu, saya pun menuju sebuah warteg yang sudah familiar. Saya memutuskan beli dibungkus saja untuk dimakan di kostan. Selesai membayar, saya pun menyiapkan langkah untuk perjalanan yang agak jauh, tetapi begitu saya berbelok ke kanan...

JREEENGG!!

Di jarak sekitar 5 meter di depan ada sebuah kios wartel yang di depannya terpampang sebuah papan besar bertuliskan "TIKI"!

Melihat itu di kepala saya pun langsung berdendang lirik sebuah lagu, "Tiki-tiki bum bum! Tiki-tiki bum bum!":D

Sempat terpana, tapi dengan gembira saya melangkah cepat menuju ke sana. Saya tidak pernah menyangka di sana ada agen TIKI walaupun saya sering lewat tempat itu. Dan alhamdulillah, agen TIKI itu buka hari sabtu, dokumen pun terkirim dengan lancar. Alhamdulillah pertolongan datang disaat pasrah... :)

Pelajaran yang saya dapat:
Seringkali kita ngotot menginginkan sesuatu tapi tak kunjung mendapatkan hasilnya walaupun sudah berusaha keras sampai berdarah-darah. Tetapi ketika kita pasrah dan melepaskan keterikatan kita pada tujuan tersebut, tiba-tiba saja hal yang kita inginkan seolah muncul di depan mata. It's amazing, it's hard to believe, but it's true!

Terkadang kita ngotot menginginkan seseorang menjadi pasangan hidup kita, tetapi pria/wanita idaman itu tak kunjung membalas cinta kita. Tetapi begitu kita melepaskan keinginan untuk memiliknya, ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu pria/wanita idaman itu tiba-tiba berbalik mengejar kita, atau kita mendapatkan gantinya yang lebih baik.

Terkadang kita ngotot mencari uang, kerja keras siang malam, tapi hasilnya begitu-begitu saja, bahkan mengorbankan kesehatan. Tapi begitu pasrah dan tidak terikat pada hasilnya, uang seolah menghampiri dengan sendirinya, dengan mudah, tanpa susah payah.

Pasrah memang berarti menyerah. Tapi bukan menyerah pada nasib, melainkan menyerah pada Tuhan, mengakui ketidakberdayaan kita, mengakui bahwa kita tak bisa apa-apa tanpa-Nya. Dan tentu saja selain pasrah, usaha mah teuteup harus jalan :)

*Saya tidak sedang ngiklan TIKI dan tidak ada ikatan kontrak dengan TIKI, cerita ini pun tidak disponsori TIKI, tapi murni untuk berbagi :)

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Rasa takut adalah salah satu anugerah Tuhan yang sangat bermanfaat untuk menghindarkan kita dari bahaya. Namun di sisi lain seringkali rasa takut tidak berguna sama sekali karena hanya akan menghambat kemajuan hidup kita. Dengan kata lain, rasa takut yang tidak pada tempatnya adalah rasa takut yang merugikan dan hanya buang-buang energi.

Contoh:
Takut tidak mendapatkan kehidupan yang diinginkan
Takut tidak mendapatkan pekerjaan
Takut kekurangan rezeki
Takut tidak bisa membayar hutang
Takut tidak dapat jodoh
Takut disakiti lagi
Takut diselingkuhi
Takut tidak bisa sukses
Takut bisnisnya gagal
Takut menjual
Takut hantu
Dll.

Tetapi ketika kita belajar memahami apa itu rasa takut, atau dalam bahasa Inggris disebut "FEAR", maka persepsi kita terhadap rasa takut mungkin bisa berubah :) Karena FEAR adalah singkatan dari:

(F)alse (E)vidence (A)ppearing (R)eal

Atau "Bukti keliru yang seakan nyata".

Dengan kata lain, "Rasa takut hanya ada di pikiran, dan bukan kenyataan yang sebenarnya."

Seorang sahabat menelepon saya dengan nada yang cemas karena menghadapi suatu masalah yang berhubungan dengan uang, dan dia takut sekali menemui orang yang memanggilnya hari itu karena sudah terbayang berbagai hal yang menakutkan. Saya hanya mengatakan padanya bahwa ketakutan dia belum tentu terjadi, jadi hadapi saja dan baca Bismillah.

Beberapa jam kemudian dia menelepon lagi, tapi kali ini nada suaranya sangat ceria, dan dia berkata, "Ternyata benar, ketakutanku tidak terbukti!!"

Kabar yang menggembirakan, sahabat saya itu kini semakin yakin bisa mengatasi masalahnya, karena sudah berkali-kali dia mengalami hal yang menakutkan (dalam pikirannya), tapi ternyata tak pernah terbukti. Hal yang sama juga seringkali terjadi pada diri saya, dan saya rugi sendiri karena buang-buang energi untuk ketakutan yang tak pernah terjadi :D

Sahabat pejuang ikhlas,
Mungkin di antara sahabat semua saat ini ada yang tengah dilanda ketakutan, kecemasan, dan ketidakyakinan masalahnya akan terselesaikan, entah itu karena menghadapi masalah finansial, relationship, ataupun kesehatan. Apapun itu bentuknya, kita cukup menyadari bahwa kebanyakan ketakutan kita tak pernah terjadi, dan kalau pun terjadi, minimal tidak seburuk yang kita bayangkan, kecuali kalau didramatisir dan dibesar-besarkan :)

Selama ada campur tangan Tuhan, selama kita hanya minta tolong pada-Nya, mengakui ketidakberdayaan kita, mengakui ketakutan kita, maka Dia akan menunjukkan kasih sayang-Nya lewat jalan yang tak bisa kita bayangkan.

So, mari kita sama-sama belajar untuk menghilangkan prasangka buruk pada Tuhan tentang hari esok dan masa depan, karena sebenarnya Tuhan menginginkan kemudahan untuk kita, bukan kesulitan. Jika hidup kita sulit, sebenarnya itu dikarenakan kita lah yang mempersulitnya dengan ketakutan-ketakutan yang kita ciptakan sendiri, dengan berfokus pada ketakutan, bukan pada hal yang diinginkan.

Sebuah pepatah bijak mengatakan, "Orang sukses akan tetap bertindak walaupun dibayangi ketakutan daripada membiarkan ketakutan menghentikan langkahnya untuk mencapai impian."

Face your fear my dear, it's just (F)alse (E)vidence (A)ppearing (R)eal :)

Lanjut Gan...