Horang Kayah

Bulan ini adalah saat-saat kritis bagi saya, karena ada sejumlah hutang yang jumlahnya sangat besar yang harus dibayar. Karena waktu sudah mepet, saya coba pinjam pada teman-teman yang saya perkirakan punya, tapi...seperti biasa saya harus kecewa karena tak ada yang bisa meminjamkan, apalagi jumlahnya cukup besar. Tak bisa dihindari kegelisahan pun melanda. Tapi saya berusaha tetap yakin akan ada jalan. Selama itu pula saya hanya berusaha ikhlas menerima perasaan cemas dan khawatir, pokoknya saya gunakan segala cara mulai dari sholat tahajud, sholat dhuha, sholat hajat, menulis afirmasi, menggunakan LOA, dll. Sehingga sehari-harinya ketika kecemasan itu datang saya hanya bisa pasrah menerima perasaan tersebut datang dan membiarkannya menguap dengan sendirinya.

Dalam tulisan di wall FB, Mbak Irma Rahayu, seorang sahabat dan mentor saya dari Emotional Healing Group Therapy dengan gaya nylenehnya Photobucket mengatakan, "Tenang aja, bentar lagi rezekinya datang tuuuh..."

Membaca tulisan dia, saya hanya tersenyum, "Terima kasih atas dorongan semangat dan sugestinya", kata saya dalam hati.

Waktu terus berlalu semakin mendekati akhir bulan, dan saya hanya memegang keyakinan bahwa Tuhan pasti tak akan membiarkan saya sengsara. Kemudian di suatu pagi, dalam sujud akhir sholat Dhuha, saya ungkapkan keinginan saya pada-Nya, dengan meminta, "Ya Alloh, aku butuh 10 juta dulu untuk bulan ini, bukakanlah jalan untuk itu..."

Di kemudian hari barulah saya tahu bahwa disaat yang sama, ibu saya juga dalam sholatnya memanjatkan doa memohon pada-Nya agar saya diberikan rezeki, karena ibu saya sangat sedih ketika mendengar saya sudah tak punya ongkos lagi karena kehabisan uang padahal gajian masih jauh.

Hari kamis tanggal 27 September, karena gaji sudah masuk, saya pun pulang Ke Bandung untuk berlibur selama seminggu. Ketika menunggu mobil travel disiapkan untuk keberangkatan pukul 12 siang, mendadak ibu saya menelepon, dan dengan nada yang berbunga-bunga ibu mengatakan bahwa ada telepon dari Telkomsel yang memberitahukan bahwa saya menang undian Rp.10 Juta.

Mendengar itu saya langsung sinis, saya bilang pada ibu untuk tidak percaya begitu saja, soalnya hari gini banyak penipuan. Tapi ibu saya menyuruh saya mendengarkan percakapan telepon antara adik saya dengan orang yang mengaku dari Telkomsel tersebut yang saat itu masih berlangsung. Sayup-sayup di latar belakang saya mendengar percakapan adik saya dengan orang yang mengaku dari Telkomsel tersebut. Lalu setelah selesai bicara, adik saya pun menginformasikan pada saya bahwa orang Telkomsel tersebut meminta saya datang langsung ke Grapari Telkomsel Bandung untuk konfirmasi. Jantung saya berdebar kencang, penasaran "Apa iya ini betulan?" Lalu saya pun meminta adik saya untuk menjemput di Bandung, agar bisa antar saya langsung ke Grapari Telkomsel.

Pukul 14.17 saya pun tiba di Bandung, adik saya sudah menunggu, lalu kami berangkat ke Grapari Telkomsel Jalan Banda. Setiba di sana, kami pun mencari orang yang menelepon tadi, dan ternyata...orangnya benar-benar ada. Dan yang lebih mengejutkan lagi sampai membuat saya gemetar, ternyata saya benar-benar menang Rp.10 Juta dari undian Telkomsel poin. Allohu Akbar! Pertama kalinya dalam hidup, saya menang undian yang saya tidak pernah menyangkanya. Bahkan saya tidak merasa pernah ikut undian tersebut.

Tiba di rumah, misteri pun terungkap, ternyata pada bulan Juni kemarin, adik saya yang paling bungsu mengikutsertakan saya dalam undian Telkomsel Poin melalui internet, karena kartu Halo yang digunakan untuk akses internet Telkomsel Flash terdaftar atas nama saya. Adapun adik saya ikut undian itu tujuannya karena dia ingin membeli Playstation 3 yang harganya sudah turun jadi 3 jutaan.

Lalu sehabis rembukan sekeluarga untuk membicarakan penggunaan uang hadiah tersebut, adik bungsu saya mengikhlaskan keinginannya untuk membeli PS3, dia ikhlas tidak jadi beli PS3 dan merelakan sebagian besar uang hadiah itu untuk membayar hutang saya.

Alhamdulillah...terima kasih Ya Alloh...aku minta 10 juta Kau benar-benar berikan 10 juta. Terima kasih Kau karuniai aku seorang ibu yang penyayang dan selalu mendoakan anaknya. Terima kasih Kau karuniai aku seorang adik yang sholeh dan pengertian.

Ibu, terima kasih atas doa-doamu yang selalu kau panjatkan setiap waktu...tak akan pernah mampu aku membalas jasa dan pengorbananmu Photobucket

Adikku, terima kasih atas ikhtiar dan keikhlasanmu...Insyaalloh pengorbananmu tidak sia-sia, dan keinginanmu untuk memiliki PS3 akan terwujud Photobucket

I really love my family Photobucket

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Saya merasa beruntung memiliki banyak teman dan mentor yang selalu memberi semangat disaat saya down.

Ya, ada kalanya saya menyemangati orang lain, tapi di saat yang lain, saya butuh diberi semangat oleh orang lain. Saya tidak mau sok spiritual, sok ikhlas, sok kuat, kalau lagi down ya down saja, itu wajar karena saya hanyalah manusia biasa. Bahkan setahu saya, para motivator, mind trainer atau apapun gelar yang mereka sandang, mereka juga bisa down sekali waktu. Hanya bedanya, mereka tidak mau berlama-lama berada dalam kondisi negatif tersebut, karena mereka tahu persis mempertahankan negative state jelas tidak akan mendukung pencapaian keinginan mereka.

Begitu pula yang saya rasakan, disatu saat saya bisa merasa sangat optimis, tapi disaat yang lain saya bisa sangat pesimis, terutama ketika menghadapi hal-hal yang sifatnya urgent, seringkali saya panik dan lupa untuk menggunakan tehnik-tehnik ilmu pengembangan diri yang pernah saya pelajari. Disaat seperti itu, semua ilmu tersebut serasa tak berguna, karena masalah ada di depan mata dan harus diselesaikan dengan cepat, tidak bisa diselesaikan hanya dengan bersikap positif lalu...TUINGG! It's solved like magic. Tapi optimisme harus tetap dipertahankan, karena mengeluh jelas tidak akan menyelesaikan masalah. At least berpikir positif jauh lebih menguntungkan daripada berpikir negatif.

Memang seringkali saya dapat solusi yang ajaib, tapi sering juga saya harus take action yang hasilnya hanya solusi sementara, dan bersambung ke masalah lain. Kadang lelah menghadapi masalah yang begitu-begitu saja bahkan cenderung memburuk, seolah saya hanya berputar-putar di dalam lingkaran setan. Tapi disaat seperti itu saya hanya punya keyakinan, saya hanya mampu menggenggam keyakinan bahwa badai pasti berlalu. Bahwa saat tergelap dalam malam adalah saat-saat menjelang datangnya pagi, bahwa langit akan cerah setelah hujan badai yang deras, bahwa kesulitan dan kemudahan itu adalah dua sisi dari mata uang yang sama yang berarti ada kemudahan di balik setiap kesulitan. Bahkan pepatah mengatakan, "Dalam satu kesulitan ada dua kemudahan". Tuhan maha pengasih, Dia selalu ada untuk mereka yang percaya.

Sejauh ini telah banyak rintangan dan masalah yang terkadang membuat diri ini nyaris tenggelam dalam keputusasaan. But somehow...I survive. So, jika kemarin-kemarin saya bisa survive, begitu pula saat ini dan seterusnya. Not only survive, but I'll get out from this situation and jump up toward the better life!

Can I?
Can dong...
Must can lah... Photobucket

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Suatu kejadian tak terduga mengharuskan saya membayar sejumlah uang yang nilainya hanya 200 ribu rupiah, tapi saya sudah tidak punya uang sebanyak itu, saya hanya punya sedikit sisa uang untuk beberapa hari sebelum gajian tiba. Dan saya hanya diberi waktu sampai jam 6 sore.

Terus terang, disaat urgent seperti itu saya sulit untuk berpikir jernih. Yang terpikirkan hanyalah bagaimana cara mendapatkan uang itu. Saya seperti kehilangan akal, saya membayangkan dapat transferan, mengharapkan uang jatuh dari langit. Lalu saya pun pergi ke ATM untuk mengecek saldo, dan tentu saja...tidak terjadi apa-apa. Di rekening saya hanya ada saldo yang tinggal 10 ribuan lagi.

Kemudian saya coba pinjam pada teman, tapi tidak berhasil karena teman-teman pun sedang krisis di tanggal-tanggal tua seperti ini. Akhirnya terpikirkan untuk menarik cash dari kartu kredit. Tapi...ternyata saldo kredit yang tersedia sudah tidak memungkinkan untuk menarik cash.

Kemudian barulah saya sadar, saya pun berusaha me-release kecemasan sambil dibarengi istighfar. Setelah perasaan mulai nyaman, saya tiba-tiba teringat kalau bulan lalu saya dapat proyek terjemahan yang belum dibayar. Tapi sistim administrasi yang diberlakukan di penerbit tersebut membuat transferan honor hanya bisa dilakukan 2 kali dalam sebulan. Dan itu artinya seharusnya saya sudah dapat honornya bulan ini. Saya pun menelepon penerbit, tapi alangkah shocknya saya ketika mendengar kabar bahwa terjadi kesalahan di bagian keuangan yang menyebabkan honor saya baru bisa dibayar bulan depan. Kesal tentu saja, tapi saya berusaha tetap tenang dan mengikhlaskannya.

Kemudian saya ingat lagi, ada klaim uang kesehatan yang belum di-reimburse. Saya tanya ke admin kantor, tapi kembali saya lemas, karena ternyata reimburse uang kesehatan saya baru akan dibayarkan tanggal 25. Lemas sudah rasanya, bahkan mendekati putus asa. Saya tidak tahu harus kemana lagi cari uang. Pulang ke kostan, saya terduduk lemas di lantai kamar, sampai menitikkan air mata karena merasa tak berdaya. Waktu semakin merayap mendekati maghrib, saya hanya bisa berusaha me-release kesedihan dibarengi dengan istighfar. Dan tak lama kemudian, perasaan saya terasa seperti berada di awang-awang, terasa mengambang, pasrah total...saya hanya bisa berkata dalam hati, "Terjadilah apa yang harus terjadi..."

Beberapa saat kemudian, saya dikejutkan oleh SMS yang masuk. Dengan malas saya meraih HP, "Paling juga yang kirim ucapan selamat puasa," pikir saya, karena dari pagi saya menerima ucapan selamat puasa tanpa henti. Tetapi...alangkah kagetnya saya, karena ternyata itu adalah notifikasi SMS Banking yang menginformasikan adanya transferan sejumlah Rp.190.000 masuk ke rekening saya. Dari jumlahnya saya tahu itu reimburse uang kesehatan yang menurut admin kantor baru akan dibayarkan tanggal 25.

Merasa dapat keajaiban, saya langsung melesat ke ATM, dan karena di rekening saya masih ada saldo 10 ribuan, maka saya bisa genap mendapatkan uang sejumlah 200 ribu rupiah, persis seperti yang saya butuhkan. Saya pun langsung mentransfernya ke pihak yang meminta, sehingga pembayaran bisa dilakukan tepat pada waktunya.

Setiba kembali di kostan, saya sampai sujud syukur sambil berlinang air mata, saking merasa bahagia Tuhan mengabulkan permintaan saya. Mungkin orang bisa bilang itu kebetulan, tapi bagi saya tak ada yang namanya kebetulan, itu adalah sebuah keajaiban besar, sebuah bukti dari kekuatan pasrah, berserah diri...total surrender, karena jika tak ada orang yang bisa menolong, siapa lagi yang bisa selain Tuhan.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Sebuah artikel dari seorang mentor saya membuat saya merasa mendapat tamparan keras di wajah. Betapa tidak, saya merasa tersindir dengan kalimat-kalimat dalam artikel tersebut, dimana dikatakan bahwa kita kebanyakan memakai topeng. Topeng tersebut bisa berupa topeng sok ikhlas, topeng sok spiritual, topeng sok bijak, dan lain-lain topeng yang menutupi kepribadian dan perilaku kita yang sebenarnya. Dan yang lebih menampar lagi adalah kalimat yang menyatakan bahwa seringkali kita memakai topeng tersebut untuk mendapatkan PENGAKUAN, PENGHARGAAN dan PUJIAN dari orang lain, agar terlihat sempurna di mata orang lain.

Saya jadi resah dan merenung. Entah sudah berapa banyak nasehat-nasehat kebaikan yang saya lontarkan pada orang lain yang membuat mereka merasa tersentuh, tapi saya sendiri sebenarnya belum sepenuhnya mampu melaksanakan nasehat yang saya ucapkan tersebut. Kalau begitu saya tak ada bedanya dengan calo angkot, hanya bisa mengajak orang menaiki angkot, tapi dianya sendiri belum tentu ikut. Dengan kata lain saya menyerukan kebaikan tapi saya sendiri belum melaksanakannya.

Saya juga merenungkan apakah selama ini saya memberikan petuah pada orang lain hanya karena ingin dihargai? Ingin diakui? Ingin disebut hebat? Saya merasa miris karena tidak bisa menutupi adanya bagian diri saya yang menjawab , "YA". Karena saya tak ingin terlihat lemah, saya ingin terkesan bijak dan ingin menjadi problem solver bagi orang lain.

Tetapi hal tersebut berakibat fatal karena menjadikan saya memakai topeng tanpa saya sadari. Karena di satu komunitas saya bisa menjadi pribadi yang positif yang dikagumi orang. Tetapi sebaliknya, di komunitas yang lain saya bisa menjadi orang yang sangat negatif yang sering mengeluh, sehingga tidak menyenangkan bagi orang-orang di komunitas tersebut. Dan itu berarti selama ini nasehat-nasehat kebaikan yang saya sampaikan pada orang lain hanyalah OMDO alias omong doang.

Untuk itu saya harus minta ampun pada Yang Maha Kuasa jika terbersit niat tidak baik di balik hal-hal yang saya sampaikan pada orang lain. Saya juga harus minta maaf pada diri sendiri atas ketidakjujuran dan keengganan untuk mengakui bahwa di balik ucapan-ucapan kebaikan yang saya sampaikan, sebenarnya ada pemberontakan di dalam hati karena merasa membohongi diri dengan mengatakan hal-hal yang saya pun belum mampu melaksanakannya.

Tetapi kemudian saya sampai pada satu perenungan yang mengatakan bahwa, jika dalam konteks "Ingin dihargai, ingin diakui, dan ingin dipuji", maka kebaikan yang kita sampaikan tak lebih dari teriakan yang bersembunyi di balik topeng kemunafikan.

Tetapi dalam konteks dakwah, menyampaikan kebaikan walaupun hanya satu ayat adalah kewajiban. Dan orang yang menyampaikannya tak perlu sempurna. Bahkan penjahat sekalipun bisa mengucapkan kata-kata bijak yang menyentuh perasaan. Lalu jika nasehat bijak tersebut datang dari seorang penjahat, apakah kita lantas harus menolak mentah-mentah dan tidak mau melaksanakannya hanya karena melihat siapa yang menyampaikannya? Padahal nasehat tersebut jelas-jelas terasa meresap di hati kita? Apakah kita akan bertindak tidak jujur pada diri sendiri dengan menepis nasehat yang baik itu? Pepatah mengatakan yang penting bukanlah "Siapa yang bicara, tapi apa yang dia bicarakan". Pencerahan bisa datang dari siapa saja, karena ketika apa yang disampaikan seseorang adalah kebaikan, itu artinya Tuhan menyampaikan Firman-Nya melalui perantara lidah dan lisan orang tersebut, tak peduli siapapun orangnya.

Mungkin kita sering menasehati orang lain untuk ikhlas, tapi sebenarnya kita juga belum mampu untuk ikhlas. Mungkin kita sering menghibur orang agar jangan bersedih, padahal kita juga sedang bersedih. Tapi pepatah bijak mengatakan, "Helping others will make you feel better." "If you want to cheers you up, cheers someone else up." Memberi semangat pada orang lain seringkali menimbulkan perasaan lega pada diri kita sendiri. So, jika nasehat kita bisa membuat orang lain merasa lebih baik walaupun keadaan kita tidak lebih baik dari orang yang kita nasehati, why not? Bukankah kita juga akan merasakan kebahagiaan ketika melihat orang yang kita bantu terlihat bahagia? Walaupun kebahagiaan itu hanya sekelumit dan sekejap, tapi kita harus jujur bahwa kita merasakan kebahagiaan itu.

Kita manusia adalah mahluk sosial. Kita saling membutuhkan. Satu saat kita bisa menjadi penasehat untuk orang lain, tapi di saat yang lain kita juga membutuhkan nasehat orang lain. Belum mampu melakukan kebaikan yang kita ucapkan bukan berarti kita diharamkan untuk mengucapkannya. Karena jika nasehat kita itu bermanfaat bagi orang lain, maka Tuhan pun akan mencatatnya sebagai kebaikan.

Yang penting kita memiliki kesadaran penuh untuk mengucapkannya dengan rasa rendah hati, jujur pada diri sendiri dan mengakui bahwa kita pun belum mampu melaksanakannya, tapi punya niat untuk menjalankannya, dan berusaha untuk menjalankannya. Yang penting adalah konsistensi usaha kita untuk memperbaiki diri. Kita bisa menasehati orang, maka kita pun harus berusaha untuk bisa menjalankan nasehat tersebut, karena nasehat yang kita ucapkan pada intinya adalah nasehat untuk diri sendiri. So, ketidaksempurnaan kita bukan berarti kita harus berhenti menyerukan kebaikan. Yang penting kita harus memiliki kesadaran penuh bahwa kita tidak bicara di balik topeng untuk mendapatkan penghargaan, pengakuan dan pujian dari orang lain. Dan yang lebih penting lagi, Kita tidak harus hebat untuk memulai, tapi kita harus memulai untuk jadi hebat.

Orang yang sukses adalah orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan terus berusaha agar semakin hari semakin baik, semakin memiliki sifat yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik. Saya sangat yakin bahwa Tuhan tidak melihat hasil akhir, tapi Dia melihat seberapa besar usaha kita untuk mencapai kebaikan sesuai dengan yang di-Firmankan-Nya.

Just my 2 cents :)

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Salah satu dari buah-buahan favorit saya adalah pisang. Walaupun tidak tiap hari saya makan pisang, tapi buah yang satu itu biasanya menyertai saya disaat makan siang atau makan malam.

Hari ini saya pergi ke warteg langganan saya untuk membeli makan siang. Dan kebetulan hari ini juga saya ngidam pisang. Tapi sampai di warteg tersebut ternyata pisang sudah habis. Apa boleh buat saya redam keinginan untuk makan pisang. Tetapi…dalam perjalanan pulang dari warteg menuju kostan, mendadak saya bertemu seorang bapak tua yang memikul dagangannya yaitu…PISANG!!


Pisang yang bapak tua itu jual belum pernah saya lihat ada yang jual di daerah dekat kostan saya. Saya lupa apa jenis pisangnya, tapi yang jelas pisang itu sangat manis, dan termasuk dalam daftar top ten pisang yang saya sukai. Tetapi saya tidak bereaksi, saya hanya berjalan di belakang bapak itu karena arah yang dituju bapak itu searah dengan saya. Sempat ngiler untuk membelinya, tapi saya terlalu banyak mikir, sehingga terjadi konflik dalam diri saya.

“Beli jangan ya? Tapi kan saya cuma butuh satu biji doang, bukan satu sisir.”
“Kalo beli, duit saya yang di dompet tinggal selembar 50 ribuan, ntar gimana kalo ga ada kembalian?”
“Tapi kapan lagi bisa ketemu yang jual pisang kayak gini?”
“Ntar aja ah, tunggu sampai pertigaan di depan, baru berhentiin si bapak”.
“Ngg…tapi kan, satu sisir mah kebanyakan.”

Dan akhirnya, tiba di pertigaan, si bapak belok ke kiri sedangkan saya belok ke kanan. Sempat terpikir untuk balik arah dan memanggil si bapak, tapi tidak saya lakukan karena ragu-ragu. Barulah setelah si bapak menghilang dari pandangan, muncul penyesalan.

“Yaah…kenapa ga beli aja sih?” gerutu saya.

Setiba di kamar kostan, saya pun merenung sejenak. Kalau dipikir, Tuhan ternyata mengabulkan do’a saya yang berupa keinginan makan pisang, dan dikabulkannya dalam seketika pula. Tapi begitu dikabulkan, saya malah melewatkannya karena banyak pertimbangan. Mungkin menurut saya saat itu yang saya butuhkan hanya satu biji pisang saja. Tapi kalau dipikir, walaupun harus mengeluarkan uang lebih banyak, jika saya membeli satu sisir, saya akan punya stok pisang kurang lebih untuk tiga hari. Sudah begitu pisangnya yang jarang ada pula di daerah saya. Menyesal sekali saya karena terlambat menyadari kalau Tuhan sudah mengabulkan keinginan saya bahkan dalam bentuk yang lebih baik dari yang saya inginkan.

Tapi memang begitulah ketika manusia tidak peka dengan pertanda yang diberikan Tuhan. Ketika keinginan kita dikabulkan dalam bentuk yang berbeda, seringkali kita menampiknya dengan alasan bukan itu yang kita inginkan. Ketika minta pasangan yang berkulit putih tapi ternyata yang datang berkulit hitam, ada orang yang menolak mentah-mentah padahal Tuhan ingin menunjukkan bahwa hati yang putih dibalik kulit yang hitam adalah jauh lebih baik daripada kulit yang putih tapi hatinya hitam.

Terkadang pula kita melewatkan pertolongan Tuhan karena terlalu banyak pertimbangan, karena merasa sulitnya tindakan yang harus dilakukan, padahal pertolongan Tuhan tidak selalu berupa keajaiban instan, karena ada saatnya Tuhan hanya memberikan kita kampak untuk memotong kayu dan bukan langsung memberikan potongan kayu.

Semoga pelajaran dari pisang hari ini bisa membantu saya untuk lebih peka dengan pertanda yang datang dari-Nya.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Ketika ditanya, “Jika anda mati, anda ingin dikenang sebagai apa?”, tentunya hal yang wajar jika kita berkeinginan untuk dikenang sebagai orang baik, yang memberikan manfaat bagi orang banyak. Tapi ketika banyak orang mengenal kita sebagai orang baik, bukan tidak mungkin sebaliknya banyak pula orang yang mencela kita karena perbuatan-perbuatan buruk yang pernah kita lakukan di masa lalu, baik perbuatan buruk yang disengaja, ataupun yang tidak disengaja sehingga menimbulkan salah persepsi. Hal ini sempat mengganggu pikiran saya selama beberapa saat.

Terutama hari ini, ketika saya menerima email dari beberapa kawan milis yang mengatakan bahwa mereka senang dengan tulisan saya, mereka bilang tulisan saya sangat menginspirasi, bahkan beberapa dari mereka ada yang mengontak via japri untuk meminta nasehat. Di satu sisi saya senang jika tulisan saya bermanfaat bagi mereka, dan saya senang jika bisa membantu mereka, minimal meringankan beban mereka dengan berbagi pengetahuan dan sumber-sumber yang saya miliki.

Tapi di sisi lain terjadi konflik batin, karena mereka tidak tahu seperti apa saya sebenarnya, apa yang pernah saya lakukan, dan apa penilaian orang lain tentang saya. Saya jelas bukan nabi, bukan ulama, bukan pula orang bijak. Saya hanya manusia biasa yang sering salah, khilaf, dan tentu saja pernah menyakiti orang lain. Saya bukan orang dengan riwayat hidup dan kehidupan yang sempurna. Di suatu kelompok, bisa saja saya dikenal sebagai orang baik, tapi di komunitas lain, tidak mustahil saya dinilai tidak menyenangkan.

Disaat merenungkan hal tersebut, secara kebetulan saya menemukan sebuah blog, dimana sang pemilik blog membuat tulisan tentang seorang Ustadz terkenal yang menjadi panutannya. Tapi tak disangka, ada beberapa komentar yang justru malah menyudutkan si Ustadz tersebut dengan mengungkit-ngungkit masa lalunya. Sepertinya mereka orang-orang yang merasa terdzalimi oleh Ustadz tersebut. Dari situ saya merenung, orang hebat seperti Ustadz ini saja masih ada yang membencinya padahal dia jelas sudah berubah dan memperbaiki hidupnya dengan melakukan syiar agama. Terlepas dari masih ada orang yang mencela dirinya, saya melihat Sang Ustadz ini berani mengakui dan mengungkapkan penyesalannya atas kesalahan yang dia lakukan di masa lalu, seperti yang dia ungkapkan melalui buku-bukunya. Mengetahui masa lalu Sang Ustadz, saya pun merasa melihat persamaan. Beberapa kesalahan sang Ustadz saya pun pernah melakukannya di masa lalu. Bahkan mungkin saya pernah melakukan dosa yang lebih besar yang tak pernah dilakukan Sang Ustadz. Tapi dosa di masa lalu tidak lantas melarutkan Sang Ustadz dalam penyesalan berkepanjangan, justru beliau menghadapinya dengan terus berupaya memperbaiki diri dengan harapan bisa menghapus dosa-dosanya yang telah lalu.

Bercermin dari kehidupan Sang Ustadz, saya pun merasa mendapat pencerahan. Ya, saya tak perlu menjadi Ustadz, tapi saya bisa dan harus menyerukan kebenaran, memberi saran pada orang yang membutuhkan, dan menginspirasi banyak orang tanpa saya harus menjadi sempurna. Terlepas dari dosa apa yang pernah saya lakukan, masa lalu seperti apa yang saya miliki, dan berapa banyak orang yang merasa terdzalimi hingga kini, bukan berarti saya lantas harus berhenti dan terus menerus menyesali diri. Tak ada manusia yang sempurna, semua orang bisa berdosa, semua orang tetap bisa melakukan kekhilafan meski dia orang bijak sekalipun. Seandainya masih ada orang yang merasa terdzalimi atau sakit hati karena saya, maka saya hanya bisa berharap semoga Tuhan membukakan pintu hati mereka untuk setitik maaf. Dan saya doakan pula semoga kehidupan mereka selalui dikaruniai kebaikan, kemudahan, dan kebahagiaan. Amin.

Sementara itu, tanpa harus menjadi sosok yang sempurna, saya tak boleh berhenti menyerukan kebenaran, yang pada intinya adalah menyeru pada diri sendiri agar terus memperbaiki diri dan memberi sebanyak-banyak manfaat bagi orang lain. Semoga Tuhan memberikan bimbingan dan ridho-Nya.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS Az-Zalzalah: 7-8)

Ucapan kita, perbuatan kita, pada dasarnya akan memantul kembali pada diri kita. Dengan kata lain, hukum tabur tuai berlaku. Bicara soal hukum tabur tuai, saya jadi teringat beberapa kejadian yang berhubungan dengan hukum tabur tuai.

Ketika saya memutuskan hubungan dengan seorang wanita dengan cara yang menyakitkan, 3 tahun kemudian saya ditinggal pergi oleh orang yang saya cintai dengan cara yang lebih menyakitkan lagi.

Dulu, sering ada teman atau saudara yang datang pada saya untuk pinjam uang karena keperluan mendesak, seperti butuh biaya sekolah anaknya dll, tapi saya tidak meminjamkan sama sekali. Pertama karena memang saya tidak punya sejumlah uang yang mereka butuhkan, dan yang kedua karena dasar sayanya saja yang pelit Photobucket Beberapa tahun kemudian, ketika krisis finansial melanda, barulah saya merasakan betapa sulitnya mendapat pinjaman, betapa sedihnya ketika orang menolak memberi pinjaman dengan berbagai alasan. Bahkan saya merasakan betapa sulitnya mulut ini berkata-kata ketika mau pinjam uang pada seseorang.

Beberapa bulan yang lalu seorang teman dengan gigih memprospek saya agar mau bergabung dalam MLM. Tapi kegigihannya malah membuat saya kesal hingga akhirnya saya mengacuhkan setiap telepon dan sms darinya. Tak lama kemudian, ketika saya menghubungi seorang teman untuk bertanya soal properti, awalnya teman tersebut menanggapi, tapi mungkin karena saya terlalu banyak tanya atau salah kata, akhirnya teman saya tersebut tak mau lagi menanggapi telepon dan sms dari saya. Emang enak dicuekin? Photobucket

Seorang teman senang sekali meng-go-block go-block kan orang lain. Tapi tak lama kemudian dia mengalami suatu kejadian dimana dia di go-block-go-blockin dan direndahkan orang lain sampai dia stress berat karena merasa terhina.

Jika kita sering membicarakan kejelekan orang lain, jangan harap kita tak akan dijelek-jelekkan orang lain. Jika kita senang menyusahkan orang lain, jangan harap urusan kita akan dimudahkan orang lain. Semua perbuatan baik atau buruk pasti ada balasannya, cepat atau lambat, di dunia atau nanti di akhirat. Maka sudahkah kita menyadari apa yang sering kita tabur? Lebih banyak benih kebaikan atau keburukan? Semoga kita selalu diberi kemampuan untuk menabur benih kebaikan yang berbuah kebahagiaan.

Lanjut Gan...