Horang Kayah

Baru pertengahan bulan duit sudah habis, sudah begitu kena flu, batuk dan mencret sekaligus. Sudah mah ga ada duit buat makan, ga ada duit pula buat beli obat. Orang bilang "Lengkaplah penderitaan". Photobucket

Dan yang paling tidak enak adalah menyiapkan muka tebal untuk menemui teman dan berkata, "Ngg...sori bro, gw bisa pinjem 100 ribu dulu ga?" Photobucket

Tidak menyenangkan memang jadi orang yang punya hutang, rasanya nyusahin orang mulu, rasanya hina, rasanya dilecehkan orang. Tapi apa boleh buat, saya ngutang bukan karena hobi, tapi karena terpaksa, dan karena benar-benar butuh.

Tapi kalau mengingat bahwa "I'm not the only one in this world" sebagai orang yang kaya hutang, saya bisa sedikit lega. Apalagi kalau teringat kata-kata Haji Naim waktu saya diurut oleh beliau, waktu itu beliau bilang, "Kalo Alloh sudah menutup jalan rezeki, hutang pun ga bakalan dapet". Saya pikir, "Bener juga ya". Hutang juga rezeki selama hutang itu dipakai untuk kebutuhan yang benar-benar vital seperti biaya makan. Lain halnya kalau ngutang buat beli HP baru, tapi bilangnya buat biaya hidup, itu mah nyari masalah namanya Photobucket

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Hari ini saya kembali mengalami proyek klasik yaitu kehabisan uang sedangkan gajian masih jauh Photobucket

Mau pinjam, tidak enak sama teman, masa ngutang-ngutang mulu tiap bulan. Akhirnya saya pasrah, pergi ke kantor dalam keadaan lapar. Tapi entah kenapa dengan pedenya saya berkata dalam hati, "Ntar juga ada yang ngasih makan."

Sampai di kantor, waktu sudah hampir maghrib, perut sudah keroncongan, tapi saya tak mau orang lain tahu. Ketika ditanya teman kenapa muka saya pucat, saya cuma jawab kurang tidur.

Kemudian beberapa teman turun untuk makan. Saya jaga di kantor. Mendadak jantung berdebar kencang, rasanya lumayan sakit, mungkin karena dropnya stamina, atau mungkin karena takut tak bisa makan hari ini. Saya tarik nafas panjang beberapa kali, tidak berhasil menenangkan diri. Mata sudah berkunang-kunang.

Disaat itu, rekan kerja saya minta izin turun duluan untuk makan, saya hanya mengangguk, sambil ngacai saking laparnya.

Lalu setelah teman saya turun, saya melakukan sebuah tehnik release emosi yang saya pelajari dari seorang teman saya untuk menghilangkan kegelisahan. Setelah perasaan saya tenang, tiba-tiba teman saya yang sedang makan di luar meng-sms yang isinya, "Mau rendang ga?"

Tentu saja saya jawab "ya", walaupun bingung gimana bayarnya :D

Begitu teman saya tiba di kantor, saya dengan pedenya bertanya, "berapa?" sambil berlagak mengeluarkan dompet yang sebenarnya kosong.

Teman saya mengangkat tangannya, memberi isyarat bahwa makanan itu "gratis". Oh yess... ngacai

Dan malamnya, mendadak ada staf senior yang ngasih kue, pisang, krupuk ceker ayam, dodol buah dll. Photobucket

Kalau dipikir-pikir, selama ini saya lebih sering meng-attract makanan gratis daripada uang. Tapi mungkin Tuhan lebih tahu kalau saya lebih butuh makan daripada uang hehehe.

Alhamdulillah...

I'm a food magnet Photobucket

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Ketika mempelajari prinsip S.M.A.R.T dalam goal setting, satu hal yang paling mengganggu saya adalah faktor 'Time bound'. Seperti yang kita ketahui S.M.A.R.T adalah singkatan dari Specific, Measurable, Attainable/Achievable, Realistic, Time Bound.

Tetapi prinsip ini harus disesuaikan dengan tipe sugestibilitas kita.

Seperti yang kita ketahui ada dua tipe sugestibilitas yaitu sugestibilitas fisik dan sugestibilitas emosional. Bagi orang yang memiliki tipe sugestibilitas fisik, memasang goal setting dengan batas waktu adalah metode yang memicu semangat. Tetapi tidak demikian halnya dengan yang memiliki tipe sugestibilitas emosional, dimana memasang batas waktu malah menjadi hambatan karena munculnya keraguan dan ketakutan tak bisa mencapainya.

Saya sendiri termasuk tipe sugestibilitas emosional. Makanya saya tidak suka dengan deadline dalam goal setting. Tapi baru-baru ini saya dicerahkan oleh Pak Mario Teguh dalam acara Golden Waysnya di Metro TV. Beliau mengatakan yang intinya adalah, "Kita menentukan batas waktu bukan untuk mencapainya, tapi agar kita MEMULAI."

Saya tersentak dengan kata-kata beliau. Betul juga ya, pikir saya. Kalau saya tidak memasang batas waktu, mungkin saya hanya menunggu dan menunggu saja tanpa memulai. Batas waktu seharusnya dijadikan pemicu semangat untuk memulai tindakan. Action harus dilakukan, seperti yang sering diserukan oleh Pak Tung Desem Waringin, "TAKE ACTION MIRACLE HAPPEN, NO ACTION NOTHING HAPPEN."

Terima kasih Pak Mario, atas pencerahannya yang super :)

Lanjut Gan...
Horang Kayah

"Autobot...transform and roll out!"
Demikian instruksi dari Optimus Prime, sang leader dari Autobot dalam film box office TRANSFORMERS. Maka para anak buahnya pun berubah bentuk menjadi berbagai jenis kendaraan lalu melaju kencang menuju tempat tujuan mereka.

Terlepas dari mereka adalah robot dalam kisah fiktif, yang ingin saya sorot dalam hal ini adalah istilah "TRANSFORMER".

Ya, jika kita ingin kehidupan yang lebih baik, maka kita pun harus menjadi TRANSFORMER. Tentu saja bukan menjadi robot, tapi menjadi orang yang bertransformasi menuju hidup yang lebih baik.

Perubahan selalu terjadi dengan sangat cepat. Mereka yang tak mau berubah, perlahan akan musnah. Kita harus siap dengan perubahan, kita tak bisa ngotot mempertahankan sistim lama yang sudah tidak up to date.

Albert Einstein mengatakan, "Hanya orang gila yang melakukan cara yang sama berulang-ulang untuk hasil yang berbeda."

Jaman sekarang bisa dibilang sukses itu mudah, karena kita hanya tinggal belajar pada orang-orang yang sukses, dan bergaul dengan orang-orang sukses.

Ditengah arus perubahan zaman yang cepat, satu-satunya pedoman yang tak akan berubah sepanjang masa adalah tuntunan agama. Karena itu adalah petunjuk hidup kita sampai akhir zaman. Karena itu transformasi diri yang terbaik dan selalu up to date adalah bertransformasi secara spiritual.

Jika selama ini kita kurang sedekah, mulailah gemar bersedekah. Jika selama ini kita kurang gencar beribadah, maka perbaikilah. Insyaalloh kita akan selalu berada dalam lindungan-Nya.

Transformasi diri harus menghasilkan kehidupan yang lebih baik dari hari kemarin. Bukankah itu definisi sukses yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW?

"Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang-orang yang beruntung."

So, let's prepare for the change!
Be a TRANSFORMER! Now!

Autobot...transform and roll out! Photobucket



Lanjut Gan...
Horang Kayah

Dalam menjalani hidup sejauh ini, kadang terbersit prasangka buruk pada Tuhan karena merasa doa-doa yang dipanjatkan selama ini tidak terkabul. Tapi setelah merenungi kembali, saya harus istighfar karena ternyata doa-doa saya selalu dikabulkan, walaupun ada tapinya, karena tidak sesuai dengan harapan.

Loh kok begitu?

Ketika saya lulus kuliah dan ingin kerja di perusahaan Jepang, saya benar-benar diterima di perusahaan Jepang, walaupun gajinya kecil.

Ketika saya ingin berubah haluan menjadi orang IT, saya benar-benar diterima di sebuah perusahaan IT besar, walaupun deskripsi pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan.

Ketika saya memohon diberikan jodoh dengan ciri-ciri fisik tertentu, saya benar-benar mendapatkannya dalam waktu singkat, walaupun sifatnya ternyata tidak seindah yang saya bayangkan.

Sempat saya jengkel dan sedih karena permintaan selalu tidak sesuai harapan. Tapi direnungi lebih dalam, saya menemukan penyebabnya. Yaitu...doa saya tidak spesifik.

Loh, maksudnya Tuhan ga ngerti apa mau kita? Bukankah Dia Maha Tahu?
Tentu saja, siapa yang mau meragukan Tuhan? Tuhan jelas tahu apa yang kita inginkan walaupun kita tidak menyebutkan, tapi Dia menyesuaikan dengan apa yang kita pikirkan. Kita lah yang harus jelas tentang apa yang kita inginkan. Dan menurut pemahaman saya yang terbatas, ketika saya tidak spesifik dalam meminta, dan ternyata ada yang tidak sesuai harapan ketika doa tersebut dikabulkan, itu adalah bentuk kecintaan Tuhan pada saya untuk menguji apakah saya akan bersyukur atau malah mengeluh?

Kesalahan saya adalah tidak mensyukurinya terlebih dahulu.

Seharusnya saya bersyukur bekerja di perusahaan Jepang, karena itu adalah salah satu cita-cita saya.

Seharusnya saya bersyukur karena berhasil jadi orang IT walaupun background pendidikan saya jelas tidak mendukung.

Seharusnya saya bersyukur mendapatkan pasangan hidup dengan ciri yang saya idamkan, karena itulah yang saya inginkan.

Seandainya saya mensyukuri semua itu, bukan mustahil hal yang benar-benar diinginkan akan terwujud. Bukankah Tuhan menjanjikan untuk menambah nikmat kepada mereka yang bersyukur?

Belum terlambat, mulai sekarang saya harus lebih spesifik dalam berdoa, dan bersyukur padanya untuk keajaiban hidup sekecil apapun.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Ada sebuah adegan dan dialog yang sangat membekas di hati saya ketika menonton film kedua dari Trilogi The Lord of The Ring yaitu The Two Towers. Di malam hari disaat semua pria termasuk anak-anak kecil yang berlindung di Benteng Helm’s Deep disiapkan untuk menghadapi serangan bala tentara Sauron yaitu monster-monster Uruk-hai yang ganas, Aragorn sang tokoh utama duduk sambil memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Dengan minimnya kekuatan bala tentara yang ada saat itu, dia paham bahwa peluang untuk memenangkan perang tersebut sangatlah kecil. Disaat itu perhatiannya tertuju pada seorang anak kecil yang tengah memegang sebilah pedang dengan tatapan kebingungan. Aragorn pun menegur anak itu.

Give me your sword,” pinta Aragorn. “What is your name?
Anak itu pun menyerahkan pedangnya sambil menjawab, “Háleth, son of Háma, my lord”.

Suasana hening sesaat...dan tak lama kemudian dengan nada putus asa Háleth berkata, “The men are saying that we will not live out the night. They say it is hopeless!

Mendengar itu Aragorn tidak langsung menjawab, dia berdiri dan mengayun-ayunkan pedang milik Háleth. Kemudian dia menoleh pada Háleth dan berkata, “This is a good sword, Háleth, son of Háma.

Háleth hanya terdiam. Aragorn pun menyerahkan kembali pedang itu pada Háleth, lalu berjongkok di depannya dan memegangi kedua bahu Háleth sambil berkata, “There is always hope...”

Sungguh kata-kata yang sangat bijak yang menumbuhkan semangat ditengah keputusasaan. Moral dari dialog tersebut adalah, dalam keadaan sesulit apapun tetap ada harapan selama kita tetap teguh menggenggam pedang keyakinan. Sesulit apapun kondisi anda saat ini, apakah anda punya hutang milyaran, atau frustasi karena selalu patah hati, atau punya penyakit yang tak kunjung sembuh, harapan itu selalu ada, selama kita percaya. Karena Tuhan dan keajaiban-Nya hanya ada untuk mereka yang percaya.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Ketika ada seorang sahabat meminta tolong pada saya, minta dipinjami sejumlah uang karena dia dikejar-kejar hutang, jujur saja saya ingin menolongnya, terlepas apakah dia bohong atau benar-benar butuh. Karena memang adakalanya orang yang butuh uang mendramatisir cerita agar dikasihani.

Saat itu saya minta maaf karena tak bisa membantunya, karena saya sendiri juga masih bergaji 10 koma alias tanggal 10 sudah koma hehehe. Saya hanya membantu doa dan memberi nasehat agama. Tapi tak disangka dia malah marah-marah karena dia bilang tak butuh ceramah, dia bilang "Saya butuh duit! Ini urgent! Percayalah! Tolong saya! Tolong pinjam dulu sama teman kamu kek! Nanti saya ganti kok! Demi Alloh!"

Seandainya saat itu saya punya uang sebanyak yang dia minta, mungkin saya tak akan banyak hitungan, pasti saya kasih. Tapi kalau dalam keadaan sedang boke, apa mau dikata?

Akhirnya teman saya pun pulang tanpa hasil. Saya mengiringi kepergiannya dengan hati pedih karena tak mampu membantunya. Tapi kemudian saya teringat pepatah dari seorang mentor saya yang mengatakan, "Semua orang bertanggungjawab atas kehidupannya masing-masing."

Ya, memang semua orang memiliki takdirnya masing-masing. Dan hanya mereka yang mampu mengubah takdirnya masing-masing. Sesuai firman Alloh yang mengatakan:

"Sesungguhnya Alloh tak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” (QS 13:11)

Kita bisa mendoakan keselamatan, minta rezeki untuk orang lain, tapi tetap saja kewajiban mereka sendiri untuk meminta langsung pada-Nya, kewajiban mereka sendiri untuk berserah diri pada-Nya.

Semoga sahabat saya khususnya dan semua orang yang saat ini kebetulan sedang menjalani 'proyek kehidupan' di bidang finansial, dimudahkan rezekinya, dilunaskan hutang-hutangnya, dan diberi keberlimpahan yang bermanfaat dunia akhirat.

Ya Alloh, jadikanlah kami jalan pembuka pintu rezeki-Mu untuk orang-orang yang membutuhkan pertolongan-Mu. Amin Ya Robbal Alamin.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Menyampaikan kebaikan adalah kewajiban.

"Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat," demikian sabda Rasulullah SAW.

Saya yakin kita semua senang menyampaikan kebaikan. Saya yakin anda semua sering melakukannya. Tapi pertanyaannya, apakah kita sama dengan calo angkot?

Maksut looo?

Begini maksud saya. Calo angkot menyeru pada para calon penumpang untuk naik ke dalam angkot/bis dengan iming-iming mobil akan segera berangkat, walaupun kenyataannya ada juga yang nunggu sampai penuh sesak dulu baru berangkat.

Tapi terlepas dari iming-imingnya benar atau tidak, ada satu hal yang hampir pasti. Calo angkot nyaris tak pernah ikut naik angkot/bis tersebut kecuali kalau dia merangkap kernet, atau nebeng sampai tempat tertentu dalam rangka ngirit.

Terus, apa hubungannya dengan menyampaikan kebaikan?

Hubungannya erat. Karena dalam hal menyampaikan kebaikan kita perlu menyadari apakah kita menyerukannya dibarengi dengan mempraktekkannya? Atau tidak?

  • Apakah kita suka menasehati orang supaya sedekah tapi kitanya sendiri jarang sedekah?
  • Apakah kita selalu menyuruh anak-anak kita untuk rajin ibadah tapi kita sendiri santai-santai saja?
  • Apakah kita suka berpesan untuk memudahkan urusan orang lain kalau ingin urusan kita dimudahkan, tapi kita sendiri sering mempersulit urusan orang lain?
  • Apakah kita menentang korupsi tapi kita sendiri suka korupsi waktu? Mengambil barang milik perusahaan walaupun hanya sebatang pensil dan mengklaimnya sebagai hak karyawan? Mengakali uang kesehatan dengan kwitansi palsu?
Jika kita tidak mempraktekkan kebenaran yang kita serukan lantas apa bedanya kita dengan calo angkot?

Semoga semua kebaikan yang kita sampaikan benar-benar merupakan perwujudan dari keseharian kita.

Lanjut Gan...
Horang Kayah

Pernahkah anda didatangi teman atau saudara yang datang untuk meminta bantuan uang? Saya yakin kita semua pernah mengalaminya.

Apa reaksi anda jika saat itu anda sedang memiliki uang lebih? Memberinya tanpa banyak tanya? Ataukah pikir-pikir dulu karena mempertimbangkan sifat dan latar belakang orang tersebut? Mempertimbangkan untung ruginya? Ataukah langsung menolak dan mengatakan "Saya juga lagi ga ada duit."

Pernah suatu ketika saya meminjam uang pada seorang teman untuk keperluan mendesak karena sudah kehabisan uang. Tapi teman saya menolak secara halus dan mengatakan sedang tak ada uang karena banyak keperluan. Lalu seminggu kemudian saya mengetahui dia sedang jalan-jalan ke Bali dan menghabiskan uang sampai berjuta-juta untuk belanja dan bersenang-senang.

Disatu sisi, saya jengkel, kok cuman beberapa ratus ribu aja ga mau ngasih, sedangkan buat foya-foya kayaknya ga hitungan. Tapi di sisi lain saya berusaha berprasangka baik. Mungkin dia sudah lama merencanakan liburan itu, mungkin sudah pesan tiket, mungkin sudah booking hotel, jadi ga bisa dicancel. Atau mungkin dia dapat rezeki mendadak sehingga bisa jalan-jalan ke Bali.

Ada juga orang yang sangat royal kalau mentraktir makan atau karaokean. Tidak tanggung-tanggung mentraktirnya di tempat mahal. Tapi kalau ada yang mau pinjam uang padanya, selalu saja ada alasan. "Lagi ga ada duit nih, lagi kepake buat ini itu...bla..bla...bla..."

Saya juga memilih untuk berprasangka baik terhadap orang seperti itu. Mungkin waktu nraktir kebetulan dia lagi ada rezeki. Tapi waktu mau pinjem, kebetulan uangnya sudah habis dipakai ntraktir hehehe.

Nah, semisal anda dapat rezeki yang bisa dipakai untuk bersenang-senang, atau taruhlah untuk hal penting seperti naik haji atau umroh, kemudian tiba-tiba datang saudara anda yang sedang kesulitan karena dikejar-kejar hutang, dan dia juga harus membiayai makan keluarganya, apa yang akan anda lakukan? Relakah anda mengorbankan sebagian rezeki yang sudah dipersiapkan untuk rencana senang-senang/naik haji/umroh tersebut? Ataukah anda akan beralasan, "Waduh, maaf, saya ga bisa bantu. Saya juga lagi ga punya duit."

Atau contoh kecil saja. Jika ada pengemis/pengamen menghampiri kita, dan kita tak punya receh, yang ada hanya uang 5 ribu-an dan 50 ribuan. Apakah anda akan memberikan minimal yang 5 ribu tanpa banyak pertimbangan? Ataukah menolaknya dengan alasan tak ada receh, dengan alasan tidak mendidik?

Terlepas dari pro dan kontra soal tidak mendidik, saya melihat bahwa orang yang memberi tanpa banyak perhitungan, tanpa banyak tanya, justru rezekinya lebih berlimpah. Seorang kenalan saya sering dimintai pertolongan oleh orang-orang yang butuh modal dagang atau yang sekedar mau ngutang untuk biaya hidup. Hebatnya dia tak pernah banyak tanya, ada uang dia pasti berikan, tidak ada dia bilang maaf. Dan walaupun banyak orang menipunya dan membawa lari uangnya, anehnya teman saya itu tidak pernah bangkrut, malah dapat ganti yang lebih banyak. Ada saja order berlimpah yang jumlahnya jauh lebih besar dari uang yang dia hutangkan pada orang yang membawa kabur uangnya.

W. Clement Stone, seorang Milyarder kelas dunia yang dermawan pernah ditanyai, apakah kedermawanannya itu tidak membuat dia takut ditipu orang? Dia menjawab:

"Saya tidak tahu apakah mereka yang datang pada saya itu hanya oportunis atau bukan, saya hanya bersikap seolah mereka datang pada saya karena Tuhan ingin saya membantu mereka."

Super sekali bukan? :)

Kedermawanan terbesar dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau tak pernah memperhitungkan, atau menimbang-nimbang dalam memberikan sesuatu ketika ada orang yang meminta padanya. Tak mungkin saya sebutkan satu per satu ceritanya di sini, tapi umat muslim pasti tahu betul sedermawan apa beliau. Dan karena beliau adalah tauladan umat muslim, maka seharusnyalah umat muslim mampu mencontoh kedermawanan beliau.

Yang jelas kita tak perlu menjadi nabi
untuk bisa berhati dermawan, bahkan kita tak perlu kaya terlebih dahulu untuk memberi. Mungkin memang sulit berderma dengan harta terakhir yang kita miliki, tapi minimal kita bisa memberi semampunya. Karena sesedikit apapun yang kita berikan, akan memberikan sepercik kebahagiaan pada orang yang membutuhkannya.

Mampukah kita melakukannya?
Seberapa dermawankah kita?




Lanjut Gan...