Kurang lebih tiga bulan berlalu sejak saya mulai bergabung dengan tim Emotional Healing Indonesia. Selama itu pula saya menyaksikan sendiri betapa banyaknya orang yang menyembunyikan masalah, berusaha bersikap seolah semua baik-baik saja, tapi jauh di dasar hatinya, ada rasa tidak menerima, rasa ingin diakui, rasa takut, rasa tidak dihargai, rasa kesepian, rasa tidak yakin bisa mengatasi masalahnya, dan berbagai emosi negatif lainnya yang menghambat kehidupan mereka. Selama sesi terapi, saya menyaksikan banyak orang yang dari luar terlihat tangguh, tapi di dalam, mereka ternyata sangat rapuh.
Tapi yang membuat saya miris adalah banyak sekali mereka yang ternyata bermasalah dengan orang tuanya. Bahkan orang yang terlihat alim sekalipun ternyata memendam kebencian di masa lalu pada orang tuanya, entah itu pada ayah, ibu, atau keduanya sekaligus.
Tidak semua kebencian itu selalu dipicu oleh perlakuan tidak menyenangkan yang dilakukan secara terus menerus oleh orang tua. Kebencian juga bisa terjadi akibat sang anak menyaksikan pertengkaran orang tua, atau karena kejadian kecil yang membuat si anak merasa tidak dihargai. Tapi yang lebih memprihatinkan adalah adanya emosi-emosi negatif yang diwariskan orang tua pada anak, bahkan bisa bermula ketika anak tersebut masih berada dalam kandungan, atau dalam proses pembuatan (baca: hubungan suami istri).
Akibatnya, seseorang bisa sulit mendapatkan uang akibat trauma masa lalu yang berhubungan dengan orang tua. Misalnya jika seorang anak melihat orang tuanya bertengkar karena uang, maka sang anak baik secara sadar ataupun tidak, cenderung akan menganggap uang sebagai masalah, sehingga sekeras apapun usaha yang dilakukannya untuk mendapatkan uang nyaris tak pernah berhasil, karena di bawah sadarnya dia meyakini uang sebagai sumber masalah.
Demikian pula seseorang bisa sulit mendapatkan pasangan akibat emosi negatif yang diwariskan orang tua. Salah satu contohnya adalah karena melihat pertengkaran orang tua yang mengakibatkan sang anak menganggap perkawinan sebagai masalah. Atau sang anak sulit mendapatkan pasangan karena selalu merasa tidak dicintai sebagai akibat masa lalu ketika orang tuanya tidak menginginkan dia lahir. Dan sang jabang bayi bisa merasakan apa yang dirasakan orang tuanya terutama perasaan sang ibu, mereka memiliki ikatan emosi yang kuat karena pernah terhubung melalui tali pusar.
Disatu sisi bisa dibilang wajar, karena disaat kecil kita ibarat spons yang menyerap apa saja tanpa filter. Kita tidak terlahir dengan rasa takut, tapi kita diprogram untuk merasa takut. Berapa banyak orang tua yang menakut-nakuti anaknya dengan hantu, setan, dedemit, sehingga setelah dewasa mereka terbiasa dengan ketakutan pada mahluk halus yang sebenarnya tidak sesempurna manusia. Demikian pula halnya dengan kepercayaan diri, banyak anak yang diprogram untuk tidak percaya diri, dengan dilarang melakukan ini itu yang menurut orang tua tidak baik padahal sebenarnya baik untuk perkembangan mereka.
Kenyataannya banyak pula orang tua yang tidak percaya dengan kemampuan anaknya, mereka mengikutkan anak-anak mereka dalam berbagai les, kursus, agar mendapat nilai terbaik di sekolah yang pada intinya sebenarnya meragukan kemampuan anaknya sendiri. Meskipun memakai alasan demi kebaikan anak, tapi anak sebenarnya tidak butuh yang seperti itu, mereka lebih butuh pembinaan mental dan pelajaran kehidupan dari orang tua, karena orang tua adalah sumber utama pembelajaran hidup anak-anak, orang tua adalah model untuk anak-anak, dan anak-anak adalah peniru yang baik. Karena itu orang tua pula lah yang berperan membentuk karakter sang anak, orang tua punya peran dalam menentukan masa depan anak. Sehingga kegagalan sang anak di masa depan akibat rasa tidak dihargai atau rasa tidak dicintai, sebenarnya bisa berawal dari masa lalu ketika sang anak merasa tidak diperhatikan oleh orang tua.
Meskipun demikian, kita tidak boleh menyalahkan orang tua walau separah apapun kehidupan yang kita jalani saat ini akibat pengaruh orang tua, karena orang tua juga manusia yang bisa membuat kesalahan, dan mereka melakukan kesalahan disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan sumber-sumber yang mereka miliki pada saat itu. Dan kita bisa membuat keputusan untuk tidak terus menerus terpengaruh oleh energi negatif yang diwariskan oleh orang tua.
Sehingga pada akhirnya semua akan kembali pada diri kita sendiri, kita harus mampu memaafkan mereka atas kesalahan mereka, karena sejahat apapun mereka tetap saja orang tua kita yang pernah berjasa, minimal dengan pengorbanan sang ibu untuk melahirkan kita. Maafkanlah mereka jika mereka bukan orang tua yang sempurna dan tidak sesuai dengan keinginan kita.
Sebaliknya, tentu saja kita juga harus mampu meminta maaf pada mereka atas segala prasangka buruk dan kebencian kita pada mereka, karena ridho Tuhan tergantung pada ridho orang tua. Apalagi hambatan rezeki, jodoh, seringkali berasal dari mereka, walaupun kita tidak menyadarinya.
Seiring dengan telah bertambahnya ilmu tentang bagaimana cara menjadi orang tua yang baik, sudah sepantasnyalah para calon orang tua mempersiapkan diri agar tidak mewariskan emosi-emosi negatif pada anak mereka kelak. Begitu pula mereka yang telah memiliki anak dan bermasalah dengan anak-anaknya, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki hubungan harmonis dalam keluarga.
Dan kepada anda yang saat ini masih memiliki orang tua yang lengkap, sudah sepantasnyalah anda bersyukur karena masih diberikan waktu untuk berbakti semaksimal mungkin pada orang tua, sehingga pada akhirnya mereka bisa meninggalkan dunia ini dengan senyum bangga dan bahagia karena telah melahirkan anak-anak yang hebat.
Sedangkan jika orang tua anda telah lama meninggal, maka jangan hentikan bakti anda dengan tetap mendoakan mereka. Sampaikanlah doa yang terbaik untuk mereka, karena hanya doa yang bisa tetap menghubungkan anda dengan mereka.
Sudahkah kita berdoa untuk orang tua?
0 Responses
Post a Comment
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
