Horang Kayah

Belakangan ini saya mulai disibukkan oleh beberapa kegiatan sehingga nyaris tak ada waktu untuk menulis, padahal saya suka sekali menulis. Karena menulis bagi saya adalah salah satu bentuk terapi yang dikenal dengan writing therapy.

Baru-baru ini saya mengikuti pelatihan Pembicara Bercahaya di Bogor yang dipandu oleh Kang Zen. Dan saya sangat bersyukur bisa mengikuti pelatihan yang sudah saya rencanakan sejak tahun lalu itu, karena ternyata pelatihan tersebut tidak semata-mata membahas tentang bagaimana menjadi pembicara yang berkarakter, tapi lebih dari itu, banyak nasehat-nasehat agama di dalamnya.

Salah satu nasehat yang saya dapatkan dari pelatihan itu adalah tentang rasa memiliki. Perasaan yang satu ini ternyata sering menjadi masalah untuk manusia, karena ketika apa yang kita miliki tak lagi kita miliki, maka yang terjadi adalah kita akan merasa resah, sedih, kecewa, terluka, bahkan mungkin marah atau depresi.

Apa yang anda rasakan ketika orang yang anda cintai pergi dari hidup anda? Entah itu karena dia meninggalkan anda demi orang lain, atau meninggalkan anda karena telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa? Apa yang anda rasakan ketika harta yang telah susah payah anda kumpulkan tiba-tiba lepas dari kepemilikan anda entah karena bencana, kebangkrutan usaha, ditipu orang dll?

Apa yang anda rasakan ketika anda tak berhasil meraih apa yang anda impikan?

Semua perasaan sedih kecewa dan teman-temannya itu terjadi akibat “rasa memiliki” atau “keinginan untuk memiliki”. Padahal jika kita sadari, pada hakikatnya kita tidak memiliki apapun. Harta, anak, istri, suami, dan segala sesuatu yang kita cintai hanyalah titipan Tuhan, tapi kita mengklaimnya sebagai milik kita, hasil jerih payah kita, hingga lupa siapa yang memberikan itu semua.

Kita memang boleh memiliki apapun yang kita inginkan, tapi kita pun harus mampu melepaskan rasa kemelekatan pada apa-apa yang kita dapatkan, karena pada hakikatnya semua hanyalah titipan yang dipercayakan Tuhan yang bisa diambil-Nya kapan-kapan ketika semua itu sudah sampai pada batas hak kepemilikan.

Bukan hal yang mudah untuk memahami bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan. Tapi seiring dengan meningkatnya kesadaran, perlahan kita akan menyadari bahwa semua itu bukanlah hal yang benar-benar kita butuhkan, karena sejak awal penciptaan hingga tibanya kematian, yang kita butuhkan hanyalah Tuhan.

Semoga kita mampu mencapai kesadaran untuk mensyukuri dan memanfaatkan sebaik-baiknya pemberian Tuhan tanpa rasa kemelekatan, agar kita selalu mendapatkan ketentraman tanpa rasa takut akan kehilangan.

0 Responses