Judul di atas adalah judul dari sebuah lagu karya Black Eyed Peas, yang intinya adalah "Apakah anda omdo?" :)
Ya, banyak sekali orang yang pandai menasehati, mengajak pada kebaikan, bahkan mengatur kehidupan orang lain melalui saran-saran bijaknya. Akan tetapi berapa banyak dari mereka yang benar-benar menjalankan apa yang mereka ucapkan? Dan berapa banyak dari mereka yang pandai menasehati diri sendiri, atau mengatur diri sendiri?
"Ah, elu mah ngemeng doang!"
"Ngomong sih ngampang! Elu kan ga ngerasain apa yang gua alami!"
Easier said than done.
Memang harus diakui, lebih mudah mengatur dan menasehati orang lain daripada mengatur dan menasehati diri sendiri. Apalagi jika kita tidak pernah mengalaminya sendiri. Dengan kata lain, seringkali kita hanya "Omdo" alias ngomong doang.
Pepatah mengatakan, "Anda baru bisa disebut tahu jika anda menjalaninya, bukan cuma tahu tapi tidak dijalani. Bukan pernah membacanya, pernah mendengarnya, atau suka membicarakannya, tapi tidak pernah mengalaminya."
Akan tetapi, sebaiknya kita melihat kasus omdo ini dari dua sisi sebagai berikut:
1. Jika omdo tersebut niatnya adalah ingin diakui sebagai orang hebat, orang pintar, orang berilmu, orang bijak, dll, maka ini masuk kategori orang munafik. Tipe orang seperti ini bicara karena butuh penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Orang seperti ini ibarat calo yang mengajak orang lain naik angkot atau bis, tapi dianya sendiri tidak ikut naik. Dan Tuhan tidak menyukai orang yang omdo.
2. Jika omdo tersebut niatnya adalah murni berbagi, sambil tetap mengakui bahwa kita sendiri pun masih dalam proses menuju ke sana, maka ini bagus, karena kita tidak mengaku-aku sebagai orang bijak atau orang suci yang bahagia 100% non stop. Tetapi kita menasehati karena didasari kewajiban untuk menyampaikan kebaikan walaupun hanya satu ayat.
Berarti boleh dong menyampaikan sesuatu yang kita belum pernah menjalankannya?
Boleh saja, kenapa tidak? Toh bisa jadi nanti Tuhan akan kasih jalan supaya kita menjalaninya, dan mempraktekkan apa yang selama ini sering kita nasehatkan pada orang lain.
Yang kedua, tidak mungkin semua orang punya pengalaman yang sama persis. Jadi boleh-boleh saja kita menasehatkan untuk sabar dan tabah pada orang yang terkena penyakit kanker, meskipun kita sendiri tidak pernah sakit kanker. Boleh saja kita sarankan obat-obatan tradisional untuknya meskipun kita sendiri hanya tahu lewat buku, internet atau pengalaman orang lain, dan belum pernah merasakan sendiri manjur tidaknya obat itu.
Dan yang ketiga, meskipun masalah di dunia ini hanya itu-itu saja, tetapi kadar atau porsi masalahnya berbeda-beda. Yang satu kena musibah hutang puluhan juta, tetapi yang lain kena musibah hutang milyaran rupiah. Dan itu memang sesuai dengan tingkat kekuatan mereka, karena tidak semua manusia sanggup dibebani porsi masalah yang sama. Jadi meskipun masalah kita tidak lebih berat daripada masalah orang lain, bukan berarti kita tidak boleh memberi saran dan nasehat pada orang yang punya masalah lebih berat dari kita.
Jangan salah persepsi dengan nasehat agama yang mengatakan "Tuhan tidak menyukai orang yang omdo", sehingga Anda jadi memilih untuk diam, tidak melakukan apapun, dan tidak berani menyampaikan kebaikan apapun. Sekali lagi, semua kembali pada niatnya, dan karena didasari oleh kewajiban untuk menyampaikan kebaikan.
Semoga kita dijaga dari sifat munafik dan tidak bicara serta menasehati karena butuh pengakuan dan penghargaan dari manusia.
Wallahualam
P.S.
Checkout my ebook Power Within Here
0 Responses
Post a Comment
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
