Salah satu dari buah-buahan favorit saya adalah pisang. Walaupun tidak tiap hari saya makan pisang, tapi buah yang satu itu biasanya menyertai saya disaat makan siang atau makan malam.
Hari ini saya pergi ke warteg langganan saya untuk membeli makan siang. Dan kebetulan hari ini juga saya ngidam pisang. Tapi sampai di warteg tersebut ternyata pisang sudah habis. Apa boleh buat saya redam keinginan untuk makan pisang. Tetapi…dalam perjalanan pulang dari warteg menuju kostan, mendadak saya bertemu seorang bapak tua yang memikul dagangannya yaitu…PISANG!!
Pisang yang bapak tua itu jual belum pernah saya lihat ada yang jual di daerah dekat kostan saya. Saya lupa apa jenis pisangnya, tapi yang jelas pisang itu sangat manis, dan termasuk dalam daftar top ten pisang yang saya sukai. Tetapi saya tidak bereaksi, saya hanya berjalan di belakang bapak itu karena arah yang dituju bapak itu searah dengan saya. Sempat ngiler untuk membelinya, tapi saya terlalu banyak mikir, sehingga terjadi konflik dalam diri saya.
“Beli jangan ya? Tapi kan saya cuma butuh satu biji doang, bukan satu sisir.”
“Kalo beli, duit saya yang di dompet tinggal selembar 50 ribuan, ntar gimana kalo ga ada kembalian?”
“Tapi kapan lagi bisa ketemu yang jual pisang kayak gini?”
“Ntar aja ah, tunggu sampai pertigaan di depan, baru berhentiin si bapak”.
“Ngg…tapi kan, satu sisir mah kebanyakan.”
Dan akhirnya, tiba di pertigaan, si bapak belok ke kiri sedangkan saya belok ke kanan. Sempat terpikir untuk balik arah dan memanggil si bapak, tapi tidak saya lakukan karena ragu-ragu. Barulah setelah si bapak menghilang dari pandangan, muncul penyesalan.
“Yaah…kenapa ga beli aja sih?” gerutu saya.
Setiba di kamar kostan, saya pun merenung sejenak. Kalau dipikir, Tuhan ternyata mengabulkan do’a saya yang berupa keinginan makan pisang, dan dikabulkannya dalam seketika pula. Tapi begitu dikabulkan, saya malah melewatkannya karena banyak pertimbangan. Mungkin menurut saya saat itu yang saya butuhkan hanya satu biji pisang saja. Tapi kalau dipikir, walaupun harus mengeluarkan uang lebih banyak, jika saya membeli satu sisir, saya akan punya stok pisang kurang lebih untuk tiga hari. Sudah begitu pisangnya yang jarang ada pula di daerah saya. Menyesal sekali saya karena terlambat menyadari kalau Tuhan sudah mengabulkan keinginan saya bahkan dalam bentuk yang lebih baik dari yang saya inginkan.
Tapi memang begitulah ketika manusia tidak peka dengan pertanda yang diberikan Tuhan. Ketika keinginan kita dikabulkan dalam bentuk yang berbeda, seringkali kita menampiknya dengan alasan bukan itu yang kita inginkan. Ketika minta pasangan yang berkulit putih tapi ternyata yang datang berkulit hitam, ada orang yang menolak mentah-mentah padahal Tuhan ingin menunjukkan bahwa hati yang putih dibalik kulit yang hitam adalah jauh lebih baik daripada kulit yang putih tapi hatinya hitam.
Terkadang pula kita melewatkan pertolongan Tuhan karena terlalu banyak pertimbangan, karena merasa sulitnya tindakan yang harus dilakukan, padahal pertolongan Tuhan tidak selalu berupa keajaiban instan, karena ada saatnya Tuhan hanya memberikan kita kampak untuk memotong kayu dan bukan langsung memberikan potongan kayu.
Semoga pelajaran dari pisang hari ini bisa membantu saya untuk lebih peka dengan pertanda yang datang dari-Nya.
0 Responses
Post a Comment
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
