Horang Kayah

"Bukan urusan saya untuk memikirkan diri saya sendiri. Urusan saya adalah untuk memikirkan Tuhan. Dan urusan-Nya lah untuk memikirkan saya." (Simon Weil)

Telepon dari seorang sahabat yang curhat tentang keadaan genting yang dialaminya membuat saya teringat akan masa-masa kritis yang pernah saya alami. Karena proyek hidup yang kami alami kurang lebih sama, dia bertanya pada saya apa yang biasanya saya lakukan menghadapi saat-saat seperti ini. Dia sudah pinjam uang sana-sini tapi tak satupun yang bisa memberi bantuan, sedangkan situasi sudah kritis karena tagihan yang harus dibayar sudah menghadang di depan mata.

Saya menjawab berdasarkan pengalaman saya, bahwa jika sudah mencoba mencari pinjaman ke sana-kemari tapi tidak dapat juga, pasrahkan saja, karena itu berarti Tuhan memiliki rencana lain yang lebih besar, dan itu artinya Tuhan tidak menginginkan teman saya untuk menambah hutang. Mungkin saja dia bakal dapat rezeki dari arah yang tak terduga, atau dapat kemudahan berupa penangguhan atau re-schedule waktu pembayaran. Yang jelas sang penagih hutang harus tetap dihadapi. Tetapi jangan dihadapi sendirian, hadapilah bersama Tuhan.

Ya, kita harus selalu melibatkan Tuhan di setiap tindakan kita sebagai bentuk ikhtiar 100% yang disertai dengan tawakal 100%. Misalnya ketika butuh uang dan terpaksa harus ngutang karena situasi sangat darurat, maka libatkanlah Tuhan sebelum ngutang. Yang sering saya lakukan pertama kali adalah meminta ampun pada-Nya karena saya terpaksa ngutang walaupun bukan itu yang saya inginkan, lalu dengan diiringi Bismillah, sayapun mulai menghubungi orang-orang yang saya anggap bisa membantu. Kadang baru sekali telpon langsung ada yang kasih, tapi lebih seringnya tak ada seorangpun yang bisa membantu hehehe. Photobucket

Tapi justru disaat tak ada seorangpun yang bisa membantu itulah kesadaran muncul. Kesadaran yang mengatakan bahwa Tuhan punya rencana lain untuk memenuhi kebutuhan saya, Tuhan tidak menginginkan hutang saya bertambah, sehingga sayapun hanya bisa pasrah, dan disaat itulah biasanya jalan terbuka, walaupun tidak selalu dalam bentuk yang saya inginkan, tapi Tuhan selalu turun tangan dengan cara yang terbaik .

Pada dasarnya, sudah sepatutnyalah kita tidak berharap pada pertolongan manusia sama sekali, kita hanya perlu bergantung pada-Nya. Tetapi hal ini membutuhkan tingkat kesadaran yang tinggi, karena jika kesadaran sudah tinggi, kita pun otomatis naik level menjadi pribadi yang mudah disetujui do'anya.

Tetapi sebagai manusia biasa yang belum memiliki kesadaran tinggi, orang cenderung memikirkan cara-cara yang logis untuk memecahkan masalah. Sulit sekali untuk meyakinkan diri bahwa keajaiban Tuhan selalu terjadi. Kalaupun mencoba untuk meyakini, seringkali kepala dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kapan masalah akan selesai, dan seperti apa cara Tuhan menyelesaikannya. Ini adalah hal yang wajar dalam proses perubahan, kita tak perlu menyalahkan diri karena belum munculnya kemampuan untuk meyakini keajaiban-Nya, sebab untuk mencapai kesadaran yang tinggi tersebut diperlukan proses yang kadang tidak sebentar. Bahkan proses tersebut bisa saja berbentuk masalah yang muncul bertubi-tubi, sehingga ketika semua ikhtiar yang mengandalkan kekuatan manusiawi tidak menghasilkan apa-apa lagi, maka sadarlah kita bahwa kita tak berdaya, dan tak ada apa-apanya tanpa bantuan kekuatan Tuhan. Dan disitulah biasanya kita mulai berserah diri, hal yang seharusnya dilakukan sejak awal, tapi jarang disadari terutama jika batas waktu sudah menanti.

So, kembali pada kisah teman saya, ternyata benar ketakutannya tidak terbukti. Atas izin Tuhan, orang yang menagih hutangnya memberi kelonggaran, bahkan bersikap sangat ramah. Solusi yang dia dapatkan hanya sementara, tapi jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Hal itu membuktikan bahwa kepasrahan selalu membuahkan keajaiban. Paling tidak kelonggaran tersebut memberikan waktu pada teman saya untuk melanjutkan ikhtiarnya, memperkuat ketawakalannya, dan meningkatkan kualitas sembah sujudnya pada Sang Maha Pencipta.

Jadi jika ada yang menanyakan bagaimana cara menghadapi saat kritis disaat tak ada lagi yang bisa dilakukan, saya hanya bisa menjawab:

"Libatkan Tuhan, iringi dengan kepasrahan. Karena dengan pertolongan Tuhan, 90% kekhawatiran kita tidak akan pernah terjadi, minimal tidak seburuk yang dibayangkan. Berserah diri secara total, akui ketidakberdayaan kita, serahkan sepenuhnya solusi masalah kita pada-Nya. Ikhlas...pasrah... Biarkan Tuhan yang menyelesaikan, Insyaalloh ada jalan".

0 Responses