Horang Kayah

Pikiran saya melayang kembali ke masa 2 tahun yang lalu...Ketika di siang hari yang terik itu dengan langkah gontai saya melangkah keluar dari kostan sambil menggendong backpack berisi satu-satunya laptop yang telah setia menemani saya sejak pertengahan tahun 2003. Laptop yang selama ini telah menjadi mesin pencetak uang untuk side job terjemahan di sebuah penerbit itu dengan sangat terpaksa harus saya gadaikan karena terdesak oleh suatu kebutuhan yang urgent, tambah lagi karena saya sudah tidak punya persediaan uang untuk makan.

Belum sampai 5 menit berjalan, saya bertemu dengan beberapa orang teman yang sedang mengantri di sebuah warung untuk membeli jus. Mereka menyapa saya lebih dahulu, sedangkan saya hanya membalas dengan senyum yang dipaksakan, karena dalam situasi seperti itu, boro-boro saya bisa tersenyum, yang ada hanyalah kesedihan karena sebentar lagi akan berpisah dengan laptop kesayangan, dan juga kecemasan akan masa depan karena kehidupan yang masih terjebak dalam lingkaran setan yang berkutat di seputar masalah uang dan uang lagi.

Kemudian salah seorang teman bertanya, "Mau kemana lo?"
Saat itu ingin rasanya langsung curhat pada mereka dan sekalian minta tolong pinjam uang. Tapi karena sudah terlalu banyak hutang bertumpuk, saya pun berusaha pura-pura tak ada masalah, lalu menjawab, "Mau ke Mangga Dua, mau servis laptop gua."

Tapi nada suara yang lirih ditambah ekspresi wajah saya yang memelas rupanya tak mampu menyembunyikan kesulitan yang saya derita. Sehingga seorang teman yang lain tiba-tiba menepuk pundak saya sambil berkata, "Jangan kayak orang susah..."

DEGG! Jantung saya berdetak kencang. Kata-katanya begitu dalam dan mengena, padahal dia adalah orang yang saya beri label sebagai orang yang menyebalkan, karena sehari-harinya sikap dan perilakunya seringkali membuat saya tidak nyaman. Tapi saya harus mengakui bahwa kata-katanya menyadarkan saya.

Walaupun demikian, saya tetap lanjutkan langkah menuju kantor pegadaian terdekat, walaupun hati ini tidak rela melepas laptop yang belum tentu saya bisa tebus lagi itu. Sesampainya di pegadaian, saya tercengang karena ternyata mereka tidak menerima gadai dalam bentuk laptop, mereka lebih mengutamakan perhiasan emas. Tapi staf pegadaian memberitahu saya alamat kantor pegadaian yang menerima gadai barang elektronik. Tetapi karena tempatnya jauh, sedangkan uang saya sangat terbatas, saya memutuskan menelepon dulu untuk mendapatkan kepastian agar tidak sia-buang ongkos. Kemudian...begitu saya telpon, ternyata laptop saya ditolak karena speknya sudah ketinggalan jaman. Photobucket
Dengan lunglai saya pun kembali ke kostan. Ya, saya tidak berusaha mencari pegadaian lain, karena merasa seolah ini pertanda laptop itu tak mau berpisah dengan saya. Saya tidak memungkiri hadirnya rasa lega karena laptop itu tidak laku digadaikan. Dan tentu saja karena saya masih membutuhkan laptop itu untuk mengerjakan side job terjemahan.

Hari itu membawa saya pada sebuah perenungan, saya merasa disadarkan oleh perkataan teman saya. Rupanya saya seringkali membawa "tampang susah" kemanapun saya pergi, sehingga memancarkan "aura orang susah". Dan mem-broadcast kesusahan untuk mendapat belas kasihan ternyata bukanlah jalan yang ditempuh orang-orang sukses yang dulunya pernah hidup susah.

Dalam surat wasiatnya, konon Aristotle Onassis menyebutkan dua hal dari beberapa kunci untuk meraih kesuksesan. Dan dua hal tersebut adalah saran untuk menutupi 'kesusahan'.

  1. Usahakan tersenyum, jangan suka cemberut. Perlihatkan bahwa segalanya beres dan tunjukkan bahwa hidupmu sehari-hari selalu tampak menyenangkan.
  2. Jaga penampilanmu. Jangan pernah memperlihatkan dan menceritakan kemelaratanmu kepada siapapun. Karena biasanya orang benci pada orang yang melarat.
Dan kemudian saya menemukan bahwa perintah untuk tidak memperlihatkan kesusahan ternyata telah disabdakan pula oleh Nabi Muhammad SAW sejak lama.

Pada jaman Rasul, ada seorang laki-laki di antara sahabat Rasulullah saw. yang kondisinya sangat berkekurangan. Suatu hari, istrinya memintanya untuk menemui Rasulullah SAW dan meminta bantuan kepada beliau.

Lelaki itu kemudian segera menemui Rasulullah SAW untuk meminta bantuan. Tapi Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang meminta kepada kami, maka kami akan memberinya, tetapi jika dia menunjukkan bahwa dirinya tidak membutuhkan sesuatu, maka Allah-lah yang akan mencukupinya."

Merasa Sabda Rasulullah tersebut ditujukan padanya, dia pun segera pulang ke rumah dan menceritakan hal itu pada istrinya. Tapi sang istri malah berkata, "Rasulullah SAW juga manusia", dan meminta suaminya untuk kembali mendatangi Rasulullah SAW.

Untuk kedua kalinya, lelaki itu datang menemui Rasulullah SAW, tetapi dia tetap mendengar sabda yang sama. Begitu pula ketika dia datang untuk ketiga kalinya. Akhirnya, dia memutuskan untuk menemui salah seorang temannya dan meminjam sebuah golok.

Di pagi hari, dia pergi ke gunung untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian menukarnya dengan setengah kilogram tepung gandum, lalu membuat roti dan dimakan bersama istrinya. Esok harinya, dia semakin bersemangat mencari kayu dan berhasil mengumpulkan kayu bakar dalam jumlah cukup banyak. Semakin hari semakin banyak kayu yang dikumpulkannya, sehingga dia bisa membeli sebuah golok.

Dikarenakan usahanya yang gigih itu, tak lama kemudian dia mampu membeli dua ekor unta dan seorang budak. Lambat laun dia pun menjadi orang yang kaya raya. Suatu hari, dia kembali menemui Rasulullah SAW lalu menceritakan kisah hidupnya. Rasulullah SAW pun bersabda,"Saya telah katakan bahwa siapa saja yang menampakkan dirinya tidak berkekurangan, maka Allah akan mencukupinya."

Ya Alloh, ampuni aku karena seringkali memperlihatkan kesulitanku pada orang lain, padahal hanya Engkaulah yang akan mencukupi kebutuhanku dengan berbagai cara yang indah dan menyenangkan.

0 Responses